Terkait masalah penyadapan, Presiden Yudhoyono perintahkan penghentian kerja sama Indonesia-Australia sampai ada penjelasan resmi dari Canberra.
JAKARTA —
Dalam pernyataan resmi pertama terkait dugaan penyadapan yang dilakukan pemerintah Australia, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan kerja sama bilateral tidak mungkin dilanjutkan sebelum ada kejelasan dari Canberra mengenai isu ini.
Presiden menyatakan Rabu (20/11) bahwa ia sulit memahami mengapa Australia sampai melakukan penyadapan terhadap dirinya dan sejumlah pejabat Indonesia meski hubungan Indonesia-Australia selama ini berlangsung dengan baik.
“Saya meminta dihentikan dulu kerja sama pertukaran informasi dan pertukaran intelijen. Saya juga minta dihentikan dulu latihan-latihan bersama antara tentara Indonesia dan Australia,” ujarnya di Istana Negara.
“Saya juga minta dihentikan menghadapi permasalahan bersama (terkait) people smuggling dimana kita punya kerja sama coordinated military cooperation di wilayah lautan. Ini saya minta dihentikan dulu. Sampai semuanya jelas. Untuk keberlanjutan kerja sama di masa depan, maka kita memerlukan semacam protokol code of conduct dan sekaligus guiding principles menyangkut kerja sama dan kemitraan di berbagai bidang yang bersifat mengikat dan dijalankan.”
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan akan melayangkan surat resminya kepada Perdana Menteri Australia Tony Abbott untuk menanyakan penyadapan terhadap dirinya dan pejabat negara oleh intelijen Australia.
“Dan melalui mimbar ini, kalau Australia tetap ingin menjaga hubungan baik dengan Indonesia ke depan, saya menunggu penjelasan dan sikap resmi dari Australia,” ujarnya.
Dubes Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema yang baru saja ditarik pulang ke Indonesia oleh pemerintah, mengaku belum tahu kapan dirinya akan kembali bertugas.
“Saya belum tahu, ini kan tergantung bagaimana respon pemerintah Australia. Jadi kita liat nanti,” ujarnya.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto memastikan warga negara Indonesia yang tengah menempuh pendidikan atau bekerja di Australia tetap dijamin keamanannya, demikian juga dengan warga negara Australia yang beraktivitas di Indonesia hingga pengamanan kantor Kedutaan Besar Australia.
“Tetap kita protect kepentingan dan keamanan mereka supaya tidak terganggu dengan hubungan politik yang dinamis ini. Tanggung jawab pemerintah masing-masing untuk melindungi warga negaranya di manapun berada. Termasuk pengamanan kantor Kedubes Australia di Jakarta,” ujarnya.
Dokumen-dokumen yang dibocorkan ke Australian Broadcasting Corporation dan surat kabar Guardian menunjukkan bahwa badan intelijen elektronik Australia telah menyadap aktivitas telepon genggam Presiden Yudhoyono selama 15 hari pada Agustus 2009, ketika Kevin Rudd masih menjadi perdana menteri. Sedikitnya satu panggilan telepon dilaporkan disadap.
Beberapa minggu sebelumnya terjadi ledakan bom di hotel JW Marriott dan Ritz-Cartton, yang menewaskan tujuh orang, termasuk tiga warga Australia dan dua pembom bunuh diri.
Target-target penyadapan lain adalah Ibu Negara Kristiani Yudhoyono, Wakil Presdien Boediono, yang berkunjung ke Australia minggu lalu, mantan wakil presiden Jusuf Kalla, juru bicara menteri luar negeri, menteri pertahanan dan menteri komunikasi dan informatika, menurut laporan tersebut.
Presiden menyatakan Rabu (20/11) bahwa ia sulit memahami mengapa Australia sampai melakukan penyadapan terhadap dirinya dan sejumlah pejabat Indonesia meski hubungan Indonesia-Australia selama ini berlangsung dengan baik.
“Saya meminta dihentikan dulu kerja sama pertukaran informasi dan pertukaran intelijen. Saya juga minta dihentikan dulu latihan-latihan bersama antara tentara Indonesia dan Australia,” ujarnya di Istana Negara.
“Saya juga minta dihentikan menghadapi permasalahan bersama (terkait) people smuggling dimana kita punya kerja sama coordinated military cooperation di wilayah lautan. Ini saya minta dihentikan dulu. Sampai semuanya jelas. Untuk keberlanjutan kerja sama di masa depan, maka kita memerlukan semacam protokol code of conduct dan sekaligus guiding principles menyangkut kerja sama dan kemitraan di berbagai bidang yang bersifat mengikat dan dijalankan.”
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan akan melayangkan surat resminya kepada Perdana Menteri Australia Tony Abbott untuk menanyakan penyadapan terhadap dirinya dan pejabat negara oleh intelijen Australia.
“Dan melalui mimbar ini, kalau Australia tetap ingin menjaga hubungan baik dengan Indonesia ke depan, saya menunggu penjelasan dan sikap resmi dari Australia,” ujarnya.
Dubes Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema yang baru saja ditarik pulang ke Indonesia oleh pemerintah, mengaku belum tahu kapan dirinya akan kembali bertugas.
“Saya belum tahu, ini kan tergantung bagaimana respon pemerintah Australia. Jadi kita liat nanti,” ujarnya.
Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto memastikan warga negara Indonesia yang tengah menempuh pendidikan atau bekerja di Australia tetap dijamin keamanannya, demikian juga dengan warga negara Australia yang beraktivitas di Indonesia hingga pengamanan kantor Kedutaan Besar Australia.
“Tetap kita protect kepentingan dan keamanan mereka supaya tidak terganggu dengan hubungan politik yang dinamis ini. Tanggung jawab pemerintah masing-masing untuk melindungi warga negaranya di manapun berada. Termasuk pengamanan kantor Kedubes Australia di Jakarta,” ujarnya.
Dokumen-dokumen yang dibocorkan ke Australian Broadcasting Corporation dan surat kabar Guardian menunjukkan bahwa badan intelijen elektronik Australia telah menyadap aktivitas telepon genggam Presiden Yudhoyono selama 15 hari pada Agustus 2009, ketika Kevin Rudd masih menjadi perdana menteri. Sedikitnya satu panggilan telepon dilaporkan disadap.
Beberapa minggu sebelumnya terjadi ledakan bom di hotel JW Marriott dan Ritz-Cartton, yang menewaskan tujuh orang, termasuk tiga warga Australia dan dua pembom bunuh diri.
Target-target penyadapan lain adalah Ibu Negara Kristiani Yudhoyono, Wakil Presdien Boediono, yang berkunjung ke Australia minggu lalu, mantan wakil presiden Jusuf Kalla, juru bicara menteri luar negeri, menteri pertahanan dan menteri komunikasi dan informatika, menurut laporan tersebut.