JAKARTA/CANBERRA —
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pada Selasa (19/11) bahwa pemerintah Indonesia sedang mengkaji ulang kerja sama dengan Australia menyusul klaim-klaim bahwa teleponnya disadap.
Pernyataan tersebut dikeluarkan setelah pemerintah menarik pulang duta besar Indonesia di Australia.
Presiden Yudhoyono juga mengecam Perdana Menteri Tony Abbott dengan mengatakan ia kurang memperlihatkan rasa penyesalan atas laporan-laporan bahwa lembaga-lembaga mata-mata Australia mencoba mendengarkan pembicaraan-pembicaraan telepon Presiden, Ibu Negara dan para menteri.
Indonesia “sedang mengkaji sejumlah kerja sama bilateral sebagai konsekuensi dari tindakan Australia yang menyakitkan,” tulis Presiden Yudhoyono di Twitter, mengacu pada dugaan-dugaan memata-matai dalam dokumen-dokumen yang dibocorkan oleh buronan intelijen AS Edward Snowden ke media Australia.
“Saya juga menyesalkan pernyataan Perdana Menteri Australia yang mengecilkan isu penyadapan di Indonesia, tanpa menunjukkan rasa penyesalan,” tulisnya.
“Tindakan-tindakan AS dan Australia sangat merusak kerja sama strategis mereka dengan Indonesia, yang sama-sama negara demokrasi,” tambahnya.
Abbott berbicara di Parlemen Australia Selasa bahwa ia menyayangkan rasa malu yang diakibatkan oleh laporan-laporan mata-mata terhadap Presiden Yudhoyono, namun ia tidak akan memenuhi tuntutan permintaan maaf dan penjelasan.
"Saya menganggap Presiden Yudhoyono sebagai kawan baik Australia, salah satu sahabat terbaik yang kita miliki di dunia,” ujar Abbott.
“Oleh karenanya, saya betul-betul menyayangkan rasa malu yang telah diakibatkan oleh laporan-laporan media baru-baru ini.”
Namun ia mengatakan keamanan nasional mensyarakatkan determinasi yang konsisten untuk melakukan apa yang terbaik dan pemerintahannya akan mendukung pilihan pemerintah yang lalu.
“Australia seharusnya tidak diharapkan untuk meminta maaf atas langkah-langkah yang kami ambil untuk melindungi pemerintah kami sekarang atau pada waktu yang lalu, sama halnya dengan pemerintah-pemerintah lain tidak seharusnya diharapkan untuk meminta maaf untuk langkah-langkah serupa yang mereka ambil,” ujarnya.
Abbott juga membuat komentar-komentar serupa kepada mereka yang telah dikecam oleh Presiden Yudhoyono sebagai meremehkan kontroversi penyadapan.
“Tugas pertama dari setiap pemerintahan adalah untuk melindungi negara dan untuk memajukan kepentingan nasional,” ujarnya.
“Itulah sebabnya setiap pemerintahan mengumpulkan informasi dan mengapa setiap setiap pemerintahan mengetahui bahwa setiap pemerintahan lain mengumpulkan informasi.”
Pemerintah Indonesia pada Senin menyatakan “terkejut” dengan dugaan-dugaan bahwa telepon presiden dan sembilan orang terdekatnya jadi sasaran penyadapan, saat mengumumkan penarikan duta besarnya.
Dokumen-dokumen tersebut, yang dibocorkan ke Australian Broadcasting Corporation dan surat kabar Guardian, menunjukkan bahwa badan intelijen elektronik Australia telah menyadap aktivitas telepon genggam Presiden Yudhoyono selama 15 hari pada Agustus 2009, ketika Kevin Rudd masih menjadi perdana menteri. Sedikitnya satu panggilan telepon dilaporkan disadap.
Beberapa minggu sebelumnya terjadi ledakan bom di hotel JW Marriott dan Ritz-Cartton, yang menewaskan tujuh orang, termasuk tiga warga Australia dan dua pembom bunuh diri.
Target-target penyadapan lain adalah Ibu Negara Kristiani Yudhoyono, Wakil Presdien Boediono, yang berkunjung ke Australia minggu lalu, mantan wakil presiden Jusuf Kalla, juru bicara menteri luar negeri, menteri pertahanan dan menteri komunikasi dan informatika, menurut laporan tersebut.
Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema terlihat di bandar udara Canberra Selasa dan memberitahu wartawan bahwa ia tidak tahu berapa lama ia harus kembali.
“Saya kira penjelasan yang baik akan menjadi jalan keluar terbaik untuk meringankan masalah,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Julie Bishop mengatakan Selasa bahwa pemerintah Australia menanggapi secara serius kekhawatiran-kekhawatiran Indonesia mengenai dugaan-dugaan penyadapan tersebut.
“Kami sadar dengan kekhawatiran-kekhawatiran (Indonesia), dan kami menanggapinya dengan sangat serius, namun saya tidak akan berkomentar mengenai isu-isu intelijen,” ujarnya. (AFP/AP)
Pernyataan tersebut dikeluarkan setelah pemerintah menarik pulang duta besar Indonesia di Australia.
Presiden Yudhoyono juga mengecam Perdana Menteri Tony Abbott dengan mengatakan ia kurang memperlihatkan rasa penyesalan atas laporan-laporan bahwa lembaga-lembaga mata-mata Australia mencoba mendengarkan pembicaraan-pembicaraan telepon Presiden, Ibu Negara dan para menteri.
Indonesia “sedang mengkaji sejumlah kerja sama bilateral sebagai konsekuensi dari tindakan Australia yang menyakitkan,” tulis Presiden Yudhoyono di Twitter, mengacu pada dugaan-dugaan memata-matai dalam dokumen-dokumen yang dibocorkan oleh buronan intelijen AS Edward Snowden ke media Australia.
“Saya juga menyesalkan pernyataan Perdana Menteri Australia yang mengecilkan isu penyadapan di Indonesia, tanpa menunjukkan rasa penyesalan,” tulisnya.
“Tindakan-tindakan AS dan Australia sangat merusak kerja sama strategis mereka dengan Indonesia, yang sama-sama negara demokrasi,” tambahnya.
Abbott berbicara di Parlemen Australia Selasa bahwa ia menyayangkan rasa malu yang diakibatkan oleh laporan-laporan mata-mata terhadap Presiden Yudhoyono, namun ia tidak akan memenuhi tuntutan permintaan maaf dan penjelasan.
"Saya menganggap Presiden Yudhoyono sebagai kawan baik Australia, salah satu sahabat terbaik yang kita miliki di dunia,” ujar Abbott.
“Oleh karenanya, saya betul-betul menyayangkan rasa malu yang telah diakibatkan oleh laporan-laporan media baru-baru ini.”
Namun ia mengatakan keamanan nasional mensyarakatkan determinasi yang konsisten untuk melakukan apa yang terbaik dan pemerintahannya akan mendukung pilihan pemerintah yang lalu.
“Australia seharusnya tidak diharapkan untuk meminta maaf atas langkah-langkah yang kami ambil untuk melindungi pemerintah kami sekarang atau pada waktu yang lalu, sama halnya dengan pemerintah-pemerintah lain tidak seharusnya diharapkan untuk meminta maaf untuk langkah-langkah serupa yang mereka ambil,” ujarnya.
Abbott juga membuat komentar-komentar serupa kepada mereka yang telah dikecam oleh Presiden Yudhoyono sebagai meremehkan kontroversi penyadapan.
“Tugas pertama dari setiap pemerintahan adalah untuk melindungi negara dan untuk memajukan kepentingan nasional,” ujarnya.
“Itulah sebabnya setiap pemerintahan mengumpulkan informasi dan mengapa setiap setiap pemerintahan mengetahui bahwa setiap pemerintahan lain mengumpulkan informasi.”
Pemerintah Indonesia pada Senin menyatakan “terkejut” dengan dugaan-dugaan bahwa telepon presiden dan sembilan orang terdekatnya jadi sasaran penyadapan, saat mengumumkan penarikan duta besarnya.
Dokumen-dokumen tersebut, yang dibocorkan ke Australian Broadcasting Corporation dan surat kabar Guardian, menunjukkan bahwa badan intelijen elektronik Australia telah menyadap aktivitas telepon genggam Presiden Yudhoyono selama 15 hari pada Agustus 2009, ketika Kevin Rudd masih menjadi perdana menteri. Sedikitnya satu panggilan telepon dilaporkan disadap.
Beberapa minggu sebelumnya terjadi ledakan bom di hotel JW Marriott dan Ritz-Cartton, yang menewaskan tujuh orang, termasuk tiga warga Australia dan dua pembom bunuh diri.
Target-target penyadapan lain adalah Ibu Negara Kristiani Yudhoyono, Wakil Presdien Boediono, yang berkunjung ke Australia minggu lalu, mantan wakil presiden Jusuf Kalla, juru bicara menteri luar negeri, menteri pertahanan dan menteri komunikasi dan informatika, menurut laporan tersebut.
Duta Besar Indonesia untuk Australia Nadjib Riphat Kesoema terlihat di bandar udara Canberra Selasa dan memberitahu wartawan bahwa ia tidak tahu berapa lama ia harus kembali.
“Saya kira penjelasan yang baik akan menjadi jalan keluar terbaik untuk meringankan masalah,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Julie Bishop mengatakan Selasa bahwa pemerintah Australia menanggapi secara serius kekhawatiran-kekhawatiran Indonesia mengenai dugaan-dugaan penyadapan tersebut.
“Kami sadar dengan kekhawatiran-kekhawatiran (Indonesia), dan kami menanggapinya dengan sangat serius, namun saya tidak akan berkomentar mengenai isu-isu intelijen,” ujarnya. (AFP/AP)