Para pemimpin negara-negara ASEAN atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, Jumat (11/11), kesulitan mencapai konsensus tentang cara menekan Myanmar untuk mematuhi rencana perdamaian.
Kekerasan di negara anggota itu semakin tak terkendali sejak militer merebut kekuasaan pada 2021.
ASEAN telah melarang para pemimpin Myanmar, juga dikenal sebagai Burma, berpartisipasi dalam acara-acara tingkat atas, seperti KTT yang sedang berlangsung di Phnom Penh. Larangan itu upaya untuk menekan Myanmar agar mematuhi rencana lima poin ASEAN bagi perdamaian. Namun, sejauh ini larangan itu tidak berdampak apa pun.
Indonesia akan mengambil alih kursi kepemimpinan bergilir ASEAN setelah Kamboja. Presiden Joko Widodo mengatakan kepada wartawan di sela-sela KTT bahwa ia telah mengusulkan perluasan larangan perwakilan politik Myanmar di luar KTT dan pertemuan para menteri luar negeri ke acara lain. Perluasan ini didesakkan oleh organisasi-organisasi hak asasi manusia.
Rencana ASEAN menyerukan dihentikannya segera kekerasan, dialog di antara semua pihak, mediasi oleh utusan khusus ASEAN, pemberian bantuan kemanusiaan dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar untuk bertemu semua pihak.
Pemerintah Myanmar awalnya menyetujui rencana itu, tetapi tidak banyak berusaha untuk mengimplementasikannya. Berdasar larangan perwakilan politik saat ini, Myanmar diizinkan mengirim perwakilan nonpolitik, tetapi menolak.
Singapura dan Malaysia, dan kadang-kadang Brunei, telah mendukung seruan Indonesia untuk memperkuat tindakan terhadap Myanmar, menurut seorang diplomat yang mempunyai akses ke diskusi itu. Ia berbicara tanpa mau disebut namanya untuk berbicara tentang pertemuan tertutup itu.
BACA JUGA: Indonesia Pastikan Tak Akan Dukung Pemerintahan Junta Militer MyanmarASEAN telah memutuskan tidak menangguhkan keanggotaan Myanmar di ASEAN. Setidaknya untuk saat ini.
Thailand, yang didukung Kamboja dan Laos, menolak usul Indonesia. Alasan mereka, memperpanjang larangan perwakilan secara de facto akan sama dengan menangguhkan keanggotaan negara itu, kata diplomat itu.
Situasi ini telah menjadi masalah menyeluruh bagi ASEAN, dan Jokowi menekankan pentingnya mencapai kesepakatan.
“Situasi di Myanmar tidak boleh menyandera ASEAN,” katanya. [ka/ab]