Pemerintah Indonesia akan membentuk "crisis center" atau pusat krisis untuk menangani masalah-masalah yang mengganggu keamanan negara, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, seperti penyanderaan, bencana alam dan lainnya. Menteri Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Senin (25/4) mengatakan “pusat krisis” merupakan wacana yang sudah lama didengungkan sejak ia masih aktif di militer.
"Beliau perintahkan untuk segera kita proses pembentukan Pusat Krisis (crisis center) itu. Jadi kalau ada orang katakan proses pengambilan keputusan di negeri ini banyak multi pilot, itu sebenernya gak bener. Pilotnya cuma satu, kaptennya cuma satu, yaitu Presiden Republik Indonesia. Kami ini hanya pembantu melaksanakan itu. Dan saya sebagai tentara, sudah terbiasa tidak akan melakukan pekerjaan itu tanpa melapor pada atasan kami," kata Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan.
Luhut menjelaskan, organisasi ini bertujuan untuk mempercepat pengambilan keputusan strategis terkait dengan isu keamanan.
"Apa saja yang bisa di dalam pusat krisis tadi? Bisa seperti misalnya penyanderaan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Yang dapat berdampak strategis. Nah, siapa yang bisa memutuskan terakhir itu? Kata akhirnya adalah Presiden, pelaksana hariannya adalah di Kemenkopolhukam," imbuhnya.
Lembaga sejenis menurut Luhut, sudah banyak dibentuk oleh beberapa negara lain. Keputusan akhir atas penanganan sebuah kasus tetap berada di tangan Presiden. Kantor pusat dari Pusat Krisis ini berlokasi di kantor Kemenko Polhukam.
"Itu berlaku universal di seluruh dunia. Itu adalah organisasi kerangka yang bisa hidup manakala ada keadaan-keadaan dianggap kritis untuk proses pengambilan keputusan. Nah, itu ada di bawah Presiden langsung. Ada dua hal, anggota tetap dan anggota tidak tetap. Anggota tetap itu beberapa menteri, seperti misalnya Menteri Polhukam, Menteri Pertahanan, Panglima TNI, Kapolri lalu Menlu. Kemudian anggota tidak tetap yaitu kementerian yang terkait dengan insiden tersebut," lanjut Menkopolhukam.
Adriana Elisabeth, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), kepada VOA berharap ada kajian terkait rencana pembentukan Pusat Krisis ini. Karena menurutnya, pemerintah bisa memaksimalkan lembaga atau instansi yang ada melalui koordinasi yang baik antar lembaga.
Your browser doesn’t support HTML5
"Urgensinya itu yang harus jelas. Apakah memang sudah harus dibentuk lembaga khusus untuk menangani sebuah kasus. Kepentingan utama dengan terbentuknya 'Pusat Krisis' itu apa? Seberapa sih proyeksinya 'Pusat Krisis' ini bisa menanggulangi isu-isu yang urgent untuk ditangani. Tidakkah bisa dengan yang sudah ada sekarang, kemudian dikoordinasikan dengan lebih baik. untuk menangani isu-isu tertentu semisal kasus penyanderaan," kata Adriana Elisabeth.
Adriana menyarankan agar memaksimalkan instansi atau kementerian lembaga yang sudah ada dalam penanganan sebuah kasus. Tapi kalau toh memang sudah menjadi perintah Presiden, Adriana berharap ada target waktu dalam penanganan sebuah kasus.
"Apalagi kalau Presiden sudah memerintahkan, mestinya itu bisa dibentuk dengan betul-betul ada target khusus, ada timeline yang jelas. Bagaimana krisisitu akan disekesaikan. Kemudian bagaimana tahapan itu akan dilakukan," lanjut Adriana. [aw/em]