Setelah sebelumnya muncul seruan dari Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, kini imbauan serupa bagi gencatan senjata di Libya datang dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Presiden Yudhoyono menyampaikan, Selasa, situasi di Libya, Timur Tengah, dan Afrika Utara sangat memprihatinkan. Aksi kekerasan, desak Presiden Yudhoyono, harus dihentikan karena jumlah korban sipil terus meningkat. Pernyataan ini disampaikan Presiden sepekan setelah serangan udara dilancarkan pasukan koalisi internasional, yang kini dialihkan kepada NATO.
Presiden menyerukan masyarakat internasional dan PBB untuk melakukan gencatan senjata. Menurut Presiden Yudhoyono, ada dua elemen dari Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1973 yang selama kurang sering diangkat. Salah satunya, adalah mengenai perlunya gencatan senjata. "Itu adalah amanah dari Resolusi 1973," tegas Presiden Yudhoyono.
Selain mengenai gencatan senjata, menurut Presiden, konflik juga harus diakhiri melalui perundingan politik yang melibatkan seluruh organisasi di kawasan; seperti Liga Arab dan Uni Afrika. “Elemen kedua yang juga sangat pentingnya dalam resolusi itu adalah segera dicari satu solusi politik yang damai, agar akhirnya konflik betul-betul bisa diakhiri,” tambah Presiden Yudhoyono.
Selanjutnya, Presiden berpendapat dalam konflik antarnegara, misi gencatan senjata harus mendapat pengawasan dan evaluasi oleh pasukan penjagaan perdamaian di bawah PBB.
Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen, Hidayat Nurwahid, kepada VOA, menilai pernyataan pemerintah sudah tepat. Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini sebelumnya telah berdialog dengan Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, Senin siang, bersama-sama dengan Komisi I DPR RI.
Hanya saja, kata Hidayat, Indonesia harus lebih berani melakukan diplomasi ke Timur Tengah karena sudah memiliki pengalaman mengelola pemerintahan transisi dengan damai.
“Indonesia punya pengalaman bagaimana mengelola masa transisi dengan damai dan tidak bertentangan dengan Islam. Berlawanan dengan isu terorisme, kita membalas dengan 'mengekspor' demokrasi ke Timur Tengah. Saya kira ini memerlukan kerjasama yang lebih kuat dengan melibatkan Turki dan Malaysia, untuk menghadirkan demokratisasi yang bermartabat di Timur Tengah,” jelas Hidayat.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Barack Obama menegaskan bahwa Libya tidak akan menjadi seperti Irak. Amerika Serikat sudah tidak mampu lagi mengeluarkan biaya sebesar yang dikeluarkan untuk perang Irak dalam upaya militer demi menggulingkan pemimpin Libya Moammar Gaddafi. Selain itu, kata Presiden Obama, upaya kekerasan juga akan menyebabkan koalisi terpecah.