Protes Antimigran di Belgia Berubah Jadi Kekerasan

Para pendukung kellompok sayap kanan melemparkan sesuatu ke udara, saat berlangsungnya aksi protes menentang kesepakatan PBB soal migrasi global (Marrakesh Migration Pact) di Brussels, Belgia, 16 Desember 2018.

Kelompok-kelompok sayap kanan menyelenggarakan protes besar-besaran hari Minggu di Belgia menentang kesepakatan PBB mengenai migrasi global. Kesepakatan yang ditandatangani lebih dari 160 negara pekan lalu di Maroko itu menyerukan migrasi yang aman, tertib dan reguler untuk menghindari krisis kemanusiaan seperti dalam beberapa tahun belakangan ini.

Tetapi banyak warga Eropa yang khawatir kesepakatan itu dapat menyebabkan peningkatan arus migrasi.

Ribuan demonstran berpawai di luar lembaga-lembaga utama Uni Eropa di Brussels untuk memprotes kesepakatan PBB yang menetapkan kerangka kerja bersama mengenai pengelolaan arus migrasi internasional. Protes hari Minggu di Brussels itu berubah menjadi kekerasan sewaktu demonstran bentrok dengan polisi. Sebagian demonstran menyatakan migran dari Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia mendapat manfaat dari layanan sosial yang harus diupayakan keras oleh warga Eropa untuk mendukungnya.

Salah seorang demonstran di Brussels itu mengatakan, “Kami perlu bekerja hingga berusia 67 tahun. Ini tidak normal. Dan mereka membuang uang bagi para imigran yang tidak akan mengabdi kepada negara kami. Mereka tidak menghormati negara kami. Jadi mengapa kami harus membayar mereka.”

Yang lainnya tidak senang dengan apa yang mereka anggap sebagai perubahan wajah negara mereka.

Seorang demonstran lainnya mengatakan, “Eropa mati karena politik, karena Uni Eropa, dan gedung Komisi Eropa ini, yang menandatangani kontrak terpadu untuk imigrasi - ini berarti rakyat Eropa akan mati di rumah kami sendiri. Kami menginginkan rumah kami kembali.”

Amerika Serikat dan beberapa negara lain telah secara resmi memberitahu PBB mengenai keputusan mereka untuk keluar dari kesepakatan itu. Semakin banyak negara di Eropa yang bertindak keras terkait migrasi dalam beberapa tahun ini, tetapi sebagian orang menganggapnya sebagai rasisme. Para demonstran dari berbagai penjuru Italia berkumpul di Roma pada hari Sabtu untuk mengecam diskriminasi terhadap migran.

Tony Scardamaglia, demonstran asal Palermo di Roma, mengatakan, “Pilihan-pilihan legislatif terakhir di Italia menimbulkan lebih banyak diskriminasi, kesengsaraan dan kesulitan. Kami yakin bahwa kami dapat berbagi eksistensi kami dengan semua yang sependapat dengan kesepakatan ini untuk kehidupan yang lebih baik, kehidupan yang lebih baik bagi dunia, apapun warna kulit atau asal usul mereka.”

Paus Fransiskus hari Minggu menyatakan dukungan bagi kesepakatan PBB itu. Ia mengemukakan, “Pekan lalu di Marrakesh, Maroko, Kesepakatan Global untuk Migrasi yang Aman, Tertib dan Reguler disetujui, dengan tujuan untuk menjadi suatu kerangka kerja acuan bagi komunitas internasional secara keseluruhan. Saya berharap komunitas ini, berkat instrumen ini, akan dapat bertindak dengan bertanggung jawab, solidaritas dan welas asih terhadap mereka yang, karena berbagai alasan, meninggalkan negara mereka sendiri, dan saya mempercayakan niat ini pada doa-doa Anda.”

Protes-protes mengenai migrasi itu bersamaan waktunya dengan demonstrasi mengenai isu-isu sosial ekonomi di Perancis, Austria, Hungaria, Kanada dan berbagai tempat lainnya. [uh/ab]