Aksi protes menentang kudeta militer kembali berlanjut, Jumat (26/2), di berbagai penjuru Myanmar, meskipun semakin banyak intimidasi dari pasukan keamanan dan dari geng-geng projunta, sehari sebelumnya.
Di Yangon, sekelompok dosen dari Universitas Yangon termasuk di antara mereka yang berpartisipasi.
Di Mandalay, Myanmar Tengah, ratusan biksu dan biksuni menyerukan tindakan segera militer Amerika Serikat.
Protes besar juga terjadi di jalan-jalan kota Dawei, Myanmar Selatan.
Truk-truk polisi terlihat berdatangan dan memasang barikade di jalan-jalan.
Pada hari Kamis, ketegangan meningkat di jalan-jalan Yangon antara para pengunjuk rasa antikudeta dan para pendukung militer.
BACA JUGA: Pendukung Junta Militer Myanmar Bentrok dengan Demonstran AntikudetaFoto-foto dan video-video yang diposkan di media sosial menunjukkan kelompok-kelompok itu saling serang di pusat kota Yangon sementara polisi terlihat diam saja dan tidak berusaha melerai perkelahian.
Pada hari itu juga, polisi muncul dalam jumlah besar di kawasan permukiman Tarmwe di Yangon di mana mereka mencoba membersihkan jalan-jalan dari warga setempat yang memprotes penunjukan pejabat baru untuk kawasan tersebut.
Beberapa penangkapan dilakukan saat orang-orang lari berhamburan di depan barisan polisi anti huru hara, yang menggunakan granat kejut untuk membubarkan massa.
Kekerasan itu memperumit kebuntuan yang sudah sulit diselesaikan antara militer dan gerakan protes yang telah melakukan demonstrasi besar-besaran setiap hari untuk menuntut agar pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dikembalikan ke tampuk kekuasaan. [ab/uh]