Berbagai bentrokan pecah antara pendukung Ikhwanul Muslimin dan polisi pada 'Hari Kemarahan' setelah ribuan pendukung Ikhwanul Muslimin berbaris di beberapa lokasi di seluruh Mesir.
CAIRO —
Berbagai laporan mengatakan sedikitnya 70 orang telah tewas di Mesir di mana pasukan keamanan menindak pengunjuk rasa perserta "Hari Kemarahan," yang melanggar peraturan keadaan darurat yang diberlakukan pemerintah interim.
Berbagai bentrokan pecah antara pendukung Ikhwanul Muslimin dan polisi, Jumat (16/8) setelah ribuan pendukung kelompok Ikhwanul Muslimin berbaris di beberapa lokasi di seluruh Mesir.
Pertempuran sengit antara demonstran dan pasukan militer di Lapangan Ramses di Kairo berujung pada puluhan orang tewas. Helikopter militer terlihat mengelilingi lokasi. Saksi mata mengatakan kepada stasiun televisi al-Jazerra bahwa terlihat penembakan dari helikopter terhadap demonstran di alun-alun.
Berbagai saluran televisi berbahasa Arab menunjukkan pendukung Ikhwanul menembakkan senjata otomatis ke sasaran di bawah jembatan utama di distrik Zamalek, Kairo. Beberapa saksi mata mengatakan para pengunjuk rasa menembaki polisi, sementara yang lain mengatakan mereka menembaki penduduk daerah tersebut.
Pensiunan Jenderal Mesir Hossam Suweillam kepada al-Arabiya TV yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin adalah "tindakan terorisme," dan mengatakan kelompok tersebut memiliki "sejarah panjang kekerasan."
Seorang ulama terkemuka menyampaikan khotbah shalat Jumat di stasiun televisi pemerintah, menyerukan kepada warga Mesir untuk menjauhkan diri dari kekerasan dan bagi para pemimpin politik untuk duduk bersama di meja perundingan:
Ia memperingatkan Mesir bahayanya perselisihan sektarian dan meminta mereka untuk menahan diri dari pertumpahan darah yang mengorbankan nyawa tak berdosa.
Media pemerintah Mesir memperingatkan orang untuk menjauhi jalan-jalan di Kairo selagi mereka melawan "unsur-unsur terorisme." Saksi mata melaporkan mendengar beberapa tembakan di beberapa wilayah Kairo.
Saluran televisi satelit Arab melaporkan bahwa setidaknya belasan kantor polisi diserang, serangan yang menewaskan sejumlah polisi dan tentara wajib militer di Kairo dan beberapa kota provinsi.
Heba Morayef, seorang pejabat Human Rights Watch, mengatakan bahwa penggunaan peluru tajam oleh polisi tidak dapat diterima dan mendesak pasukan pemerintah untuk menahan diri.
Morayef juga mendesak polisi untuk mengambil sejumlah langkah untuk mencegah kekerasan lebih lanjut, terutama terhadap gereja dan minoritas Kristen Mesir, yang dilaporkan menjadi target minggu ini oleh Ikhwanul massa.
"Hal lain yang kami ingin melihat dari polisi adalah intervensi yang efektif untuk melindungi gereja-gereja, karena selama beberapa hari terakhir lebih dari 30 gereja diserang di seluruh Mesir. Dan itu adalah kewajiban polisi. Mereka seharusnya bisa meramalkan bahwa ini akan terjadi, bahwa akan ada reaksi sektarian khususnya setelah seminggu wacana sektarian dari Ikhwanul Muslimin dan pendukung mereka dari dua aksi duduk, "katanya.
Sebuah saluran satelit Mesir menayangkan gambar sebuah gereja di distrik Shubra Kairo sedang dibakar Jumat malam, setelah jam malam pemerintah diberlakukan. Tidak ada indikasi bahwa pemberlakuan jam malam akan mampu meredam kerusuhan.
Berbagai bentrokan pecah antara pendukung Ikhwanul Muslimin dan polisi, Jumat (16/8) setelah ribuan pendukung kelompok Ikhwanul Muslimin berbaris di beberapa lokasi di seluruh Mesir.
Pertempuran sengit antara demonstran dan pasukan militer di Lapangan Ramses di Kairo berujung pada puluhan orang tewas. Helikopter militer terlihat mengelilingi lokasi. Saksi mata mengatakan kepada stasiun televisi al-Jazerra bahwa terlihat penembakan dari helikopter terhadap demonstran di alun-alun.
Berbagai saluran televisi berbahasa Arab menunjukkan pendukung Ikhwanul menembakkan senjata otomatis ke sasaran di bawah jembatan utama di distrik Zamalek, Kairo. Beberapa saksi mata mengatakan para pengunjuk rasa menembaki polisi, sementara yang lain mengatakan mereka menembaki penduduk daerah tersebut.
Pensiunan Jenderal Mesir Hossam Suweillam kepada al-Arabiya TV yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin adalah "tindakan terorisme," dan mengatakan kelompok tersebut memiliki "sejarah panjang kekerasan."
Seorang ulama terkemuka menyampaikan khotbah shalat Jumat di stasiun televisi pemerintah, menyerukan kepada warga Mesir untuk menjauhkan diri dari kekerasan dan bagi para pemimpin politik untuk duduk bersama di meja perundingan:
Ia memperingatkan Mesir bahayanya perselisihan sektarian dan meminta mereka untuk menahan diri dari pertumpahan darah yang mengorbankan nyawa tak berdosa.
Media pemerintah Mesir memperingatkan orang untuk menjauhi jalan-jalan di Kairo selagi mereka melawan "unsur-unsur terorisme." Saksi mata melaporkan mendengar beberapa tembakan di beberapa wilayah Kairo.
Saluran televisi satelit Arab melaporkan bahwa setidaknya belasan kantor polisi diserang, serangan yang menewaskan sejumlah polisi dan tentara wajib militer di Kairo dan beberapa kota provinsi.
Heba Morayef, seorang pejabat Human Rights Watch, mengatakan bahwa penggunaan peluru tajam oleh polisi tidak dapat diterima dan mendesak pasukan pemerintah untuk menahan diri.
Morayef juga mendesak polisi untuk mengambil sejumlah langkah untuk mencegah kekerasan lebih lanjut, terutama terhadap gereja dan minoritas Kristen Mesir, yang dilaporkan menjadi target minggu ini oleh Ikhwanul massa.
"Hal lain yang kami ingin melihat dari polisi adalah intervensi yang efektif untuk melindungi gereja-gereja, karena selama beberapa hari terakhir lebih dari 30 gereja diserang di seluruh Mesir. Dan itu adalah kewajiban polisi. Mereka seharusnya bisa meramalkan bahwa ini akan terjadi, bahwa akan ada reaksi sektarian khususnya setelah seminggu wacana sektarian dari Ikhwanul Muslimin dan pendukung mereka dari dua aksi duduk, "katanya.
Sebuah saluran satelit Mesir menayangkan gambar sebuah gereja di distrik Shubra Kairo sedang dibakar Jumat malam, setelah jam malam pemerintah diberlakukan. Tidak ada indikasi bahwa pemberlakuan jam malam akan mampu meredam kerusuhan.