Presiden Rusia Vladimir Putin Rabu (2/12) mendesak kekuatan politik di Belarus untuk menyelesaikan sejumlah perbedaan melalui dialog. Ia juga menyatakan negara bekas republik Soviet dan sekutu dekat Rusia itu menghadapi campur tangan luar yang belum pernah terjadi.
Belarus diguncang sejumlah protes massa sejak petahana Alexander Lukashenko menyatakan bahwa ia memenangkan pemilihan presiden pada 9 Agustus. Para pesaingnya menolak kemenangan itu, dan menyatakan bahwa pemungutan suara itu dicurangi. Mereka juga menginginkan Lukashenko mundur dari jabatan.
BACA JUGA: Puluhan Ditangkap dalam Demonstrasi Anti-Lukashenko di BelarusDukungan Rusia dinilai penting bagi peluang Lukashenko untuk tetap berkuasa dan pernyataannya itu dengan cermat diteliti terkait beberapa perubahan intonasi atau tanda-tanda apa pun tentang dorongan Moskow bagi transisi kekuasaan yang diatur.
Lukashenko sejauh ini hanya berbicara tentang kemungkinan perubahan, sambil menggunakan kekerasan untuk memadamkan protes-protes jalanan yang terus berlanjut. Sebagian besar pemimpin oposisi terkemuka dipenjara atau melarikan diri ke luar negeri.
Pekan lalu Rusia mengirim menteri luar negerinya ke Minsk untuk memberi tahu Lukashenko agar terus maju dengan reformasi konstitusional untuk meredakan krisis, inisiatif yang sebelumnya dijanjikan Lukashenko namun mandek.
Keesokan harinya, Lukashenko menyatakan ia akan mundur dari jabatan presiden setelah konstitusi baru disahkan tapi tidak memberi batas waktu.
Para pengunjuk rasa menolak janji-janji reformasi sebagai taktik yang mengulur-ulur waktu. Berbicara pada sebuah pertemuan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) pimpinan Rusia secara online hari Rabu (2/12), Lukashenko menyalahkan kerusuhan itu akibat campur tangan pihak luar, merujuk pada negara tetangga Polandia dan negara-negara Baltik pada khususnya. [mg/ka]