Presiden Vladimir Putin menyatakan pada Jumat (28/6) bahwa Rusia perlu melanjutkan produksi rudal jarak menengah dan pendek yang mampu membawa senjata nuklir. Moskow juga dimungkinan untuk kembali mempertimbangkan lokasi penempatannya. Pernyataan itu mengemuka setelah Amerika Serikat (AS) mengirimkan rudal serupa ke Eropa dan Asia.
Langkah Putin pada akhirnya mengakhiri semua perjanjian pengendalian senjata utama dari era Perang Dingin. Pengakhiran itu dilakukan di tengah kekhawatiran bahwa dua kekuatan nuklir terbesar di dunia, bersama dengan China, akan memulai perlombaan senjata baru.
Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (Intermediate-range Nuclear Forces/INF) ditandatangani oleh mantan presiden Uni Soviet Mikhail Gorbachev dan mantan presiden AS Ronald Reagan pada 1987. Kesepakatan itu adalah perjanjian antara dua negara adidaya yang setuju untuk mengurangi persenjataan nuklir mereka dan menghapuskan seluruh kategori senjata nuklir.
AS di bawah mantan Presiden Donald Trump secara resmi menarik diri dari Perjanjian INF pada 2019 setelah mengatakan bahwa Moskow melanggar perjanjian tersebut. Kremlin berulang kali membantah tudingan itu, dan bahkan menyebutnya sebagai dalih.
Rusia kemudian memberlakukan moratorium terhadap pengembangan rudalnya sendiri yang sebelumnya dilarang oleh perjanjian INF – rudal balistik dan jelajah berbasis darat dengan jangkauan 500 km hingga 5.500 km.
Putin mengatakan Rusia berkomitmen untuk tidak mengerahkan rudal-rudal tersebut. Namun, AS tetap melanjutkan produksinya, membawanya ke Denmark untuk dijadikan latihan dan juga membawanya ke Filipina.
“Kita perlu menanggapi hal ini dan mengambil keputusan tentang apa yang harus kita lakukan selanjutnya,” kata Putin dalam siaran televisi pemerintah kepada Dewan Keamanan Rusia.
"Sepertinya, kita perlu memulai produksi sistem serangan ini dan kemudian, berdasarkan situasi saat ini, membuat keputusan di mana kita perlu menempatkannya untuk memastikan keamanan kita," ucapnya.
Kehancuran
Rusia dan AS sama-sama menyatakan penyesalan atas batalnya perjanjian pengendalian senjata yang berupaya memperlambat perlombaan senjata pada Perang Dingin dan mengurangi risiko perang nuklir. Sejauh ini kedua negara tersebut tercatat sebagai negara yang memiliki kekuatan nuklir terbesar di dunia.
BACA JUGA: Rusia Terbuka untuk Pembicaraan Keamanan dengan AS, Jika Termasuk Isu UkrainaPada 2018, Trump menyatakan niatnya untuk mengakhiri Perjanjian INF. Dia mengklaim bahwa Rusia telah melanggar perjanjian tersebut selama bertahun-tahun. Trump juga menyuarakan kekhawatirannya tentang peningkatan persenjataan rudal jarak menengah oleh China.
Putin pernah mengatakan di masa lalu bahwa penarikan AS dari perjanjian tersebut akan memicu perlombaan senjata baru.
Washington secara terbuka menyalahkan pengembangan rudal jelajah darat 9M729 yang diluncurkan Rusia sebagai alasan mereka meninggalkan Perjanjian INF. NATO menyebut rudal jelajah tersebut sebagai SSC-8.
Dalam proposal moratoriumnya, Putin menyarankan agar Rusia setuju untuk tidak mengerahkan rudal di wilayah pantai Baltik di Kaliningrad. Sejak keluar dari pakta tersebut, AS melakukan uji coba rudal dengan profil serupa.
Putin baru-baru ini mengancam akan menempatkan rudal konvensional di dekat wilayah AS dan sekutu-sekutunya di Eropa jika mereka mengizinkan Ukraina melancarkan serangan lebih lanjut ke Rusia dengan menggunakan senjata jarak jauh dari Barat. Namun, Putin pada Jumat (28/6) tidak menyebutkan secara spesifik lokasi penempatan rudal itu. [ah/ft]