Mahkamah Konstitusi Thailand pada Kamis (3/8) menunda keputusan dalam kasus penolakan parlemen untuk mengizinkan pemenang pemilu Pita Limjaroenrat kesempatan kedua untuk menjadi perdana menteri.
Langkah itu memperpanjang kebuntuan politik Thailand, hampir tiga bulan setelah pemilu. Partai-partai terkait militer yang telah memerintah selama hampir satu dekade mengalami kekalahan besar dalam pemilu tersebut. Sementara itu partai-partai progresif meraih kemenangan meyakinkan namun kesulitan mengatasi perlawanan kekuatan konservatif di Senat.
Pita, yang partainya, Partai Bergerak Maju (MFP), memenangkan kursi terbanyak dalam pemilihan Mei, ditolak sebagai perdana menteri dalam pemungutan suara bersama di kedua majelis parlemen bulan lalu. Parlemen kemudian juga menolak memberi Pita kesempatan kedua untuk dicalonkan kembali seminggu kemudian.
Ombudsman negara kerajaan itu merujuk kasus tersebut ke Mahkamah Konstitusi untuk menentukan apakah keputusan parlemen tersebut sejalan dengan konstitusi.
Pada hari Kamis, Mahkamah Konstitusi mengatakan perlu lebih banyak waktu dan bukti untuk memutuskan apakah akan menerima kasus tersebut dan akan mempertimbangkannya pada 16 Agustus.
"Mahkamah Konstitusi menilai permohonan tersebut memerlukan pertimbangan yang matang karena mencakup asas administrasi dalam sistem monarki konstitusional. Mahkamah memutuskan untuk menunda pengambilan keputusan untuk mempelajari lebih lanjut," katanya dalam sebuah pernyataan.
Ketua DPR Wan Muhamad Noor Matha mengatakan bahwa pemungutan suara ketiga untuk perdana menteri yang dijadwalkan hari Jumat sekarang harus diundur.
"Pemungutan suara untuk perdana menteri besok ditunda -- kita harus menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi pada 16 Agustus," katanya kepada wartawan. [ab/uh]