“Laki-laki berusia 20 tahun, masih juga belum ditemukan sampai saat ini dengan ciri-ciri kulit pulih, tinggi badan kurang lebih 150 cm, rambut hitam agak panjang lurus,” demikian berita yang disiarkan oleh RRI di Palu, Sulawesi Tengah.
Berita orang hilang seperti ini mewarnai isi siaran dari radio-radio siaran di Palu pasca Gempa Bumi dan Tsunami di Palu. Heri Haryono, Kepala Stasiun Radio Republik Indonesia (RRI) Palu kepada VOA pada Selasa siang, 9 Oktober 2018 mengatakan sejak peristiwa gempa pihaknya membuat posko informasi pengaduan orang hilang yang banyak dimanfaatkan warga masyarakat yang berupaya mencari kabar keberadaan anggota keluarga yang hilang pasca gempa bumi dan Tsunami di wilayah itu.
“Orang hilang itu, disini ini posko pengaduan karena orang tercecer-cecer dimana-mana, dia tidak tahu harus kemana maka larinya ke RRI sehingga ditemukan di RRI, bahkan ada orang yang mencari, orangnya sudah ketemu yang mencari belum pulang,” ujar Heri Haryono.
Posko pengaduan RRI Palu mendapat ratusan laporan setiap hari dari pendengarnya baik yang mencari anggota keluarga yang hilang, maupun pengaduan kebutuhan pasokan bahan makanan oleh warga masyarakat yang berada di lokasi-lokasi pengungsian yang tersebar di berbagai lokasi di Palu, Sigi dan Donggala.
Pada 28 September 2018, RRI Palu sempat berhenti mengudara selama 45 menit setelah guncangan kuat gempa yang turut mematikan aliran listrik. Stasiun radio yang berada di Jalan Kartini Palu itu, mampu mengudara dengan menggunakan fasilitas mesin pembangkit listrik yang dimiliki, sekaligus menjadi lokasi warga masyarakat kota Palu mencari sumber aliran listrik untuk mengisi perangkat telepon selular atau senter pada saat listrik padam di palu selama berhari-hari.
Sementara itu, Radio Citra Pertanian (RCP) FM, salah satu radio afliasi VOA di Kabupaten Sigi, sudah tidak mengudara sejak guncangan gempa 7.4 pada Jumat 28 September 2018. Moh Takdir, DirekturRCP FM mengatakan gempa menyebabkan Rubuhnya tower antena setinggi 60 meter, serta merusak bagian bangunan studio.
“Kondisi radio Citra Pertanian sendiri sejak gempa itu memang sangat parah, bangunannya tidak layak kita tempati, terjadi reruntuhan dimana-mana, dibagian-bagian bangunannya juga ada yang retak, disamping itu dari segi perangkat, perangkat tower kita yang FM itu patah rubuh, demikian juga dengan aliran listrik yang tidak memungkinkan untuk saat ini,” kata Takdir.
BACA JUGA: Palu Berangsur Pulih, Tapi Sekolah Belum DimulaiDi sisi lain, sebagian radio swasta di Kota Palu terpantau sudah mulai mengudara sejak Sabtu malam (6/10) seperti di Radio Nebula FM, salah satu radio afliasi VOA di Kota Palu, seiring dengan mulai berfungsinya aliran listrik.
Yusuf Marwoto dari First Response Indonesia mengatakan Radio memiliki fungsi yang strategis dalam merespon bencana karena kemampuan radio mendistribusikan informasi-informasi yang sangat dibutuhkan masyarakat sesuai fase emergency, post emergency sampai pada fase rehabilitasi rekonstruksi bahkan hingga fase mitigasi. Ia mengatakan penting untuk radio-radio siaran di palu untuk mengisi konten siaran mereka sesuai dengan fase tersebut.
“Juga informasi-informasi tentang distribusi bantuan atau logistik kepada pengungsi, itu radio perlu membantu, misalnya ada pendengar di wilayah A mereka mengatakan oh kami tidak memiliki selimut, kami tidak memiliki makanan dan informasi-informasi seperti itu bisa didistribusikan kepada pihak-pihak yang terkait,” tuturnya.
First Response Indonesia adalah lembaga swadaya masyarakat berskala internasional yang bergerak di bidang penyiaran radio darurat untuk membantu para korban bencana melalui informasi.
Merespon bencana Gempa Bumi dan Tsunami di Palu, Donggala dan Sigi, Organisasi itu menyebarkan sekitar 1000 radio receiver ke lokasi lokasi pengungsian. Radio receiver itu menggunakan sinar matahari sebagai sumber energi. [yl/is]
BACA JUGA: Penduduk Terdampak Gempa di 3 Permukiman di Palu akan Direlokasi