Rancangan Gencatan Senjata oleh Uni Afrika Tak Dapat Sambutan Hangat di Benghazi

  • Elizabeth Arrot

Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma memberikan pernyataan setelah bertemu Moammar Gaddafi di Tripoli, Minggu (10/4).

Usulan delegasi tingkat tinggi Uni Afrika bagi gencatan senjata dipandang dengan kecurigaan di kota basis Dewan Transisi Nasional.

Demonstran anti-Gaddafi berunjuk rasa di luar hotel di mana utusan Uni Afrika memaparkan usul mereka. Usulan tersebut menyerukan penghentian secepatnya seluruh aksi kekerasan, termasuk serangan udara NATO, pengiriman mendesak bantuan kemanusiaan, perlindungan terhadap warga asing serta dimulainya reformasi politik.

Dewan Transisi Nasional yang dibentuk pemberontak , telah menegaskan gencatan senjata apapun harus mencakup penarikan pasukan pemerintah dari posisi-posisi mereka yang sekarang, seperti di kota Misrata yang dikepung pemerintah.

Dari sisi politik, para pemberontak berkeras agar Kolonel Moammar Gaddafi meninggalkan Libya dan anak laki-lakinya tidak berperan dalam pemerintah Libya manapun pada masa depan. Tapi, sebelum pertemuan dengan utusan Uni Afrika, para pemimpin pemberontak mengatakan mereka setidaknya akan mendengar utusan Uni Afrika.

Demonstran yang bernama Najla, seorang dokter mata, yakin usul Uni Afrika tersebut akan gagal. Ia mengatakan, "Semua kelompok masyarakat mengatakan 'tidak' kepada rezim ini. Saya tidak tahu bagian mana dari kalimat tersebut yang tidak dipahami dunia. Semua orang mengatakan kami ingin melakukan dialog. Tapi, kami tidak ingin dialog. Kami tidak akan melakukan dialog dengan mereka. Kami tidak ingin siapapun diantara mereka berada di negara ini."

Tapi, Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma menyampaikan di Tripoli, Minggu malam, harapannya agar kesepakatan gencatan senjata tersebut berada di jalur yang tepat. Ia mengatakan,"Saya kira cukup bagi saya untuk mengatakan bahwa Gadhafi dan delegasinya menerima peta jalan yang diajukan panel tingkat tinggi Uni Afrika serta delegasi dimana saya menjadi bagian di dalamnya."

Zuma menambahkan bahwa kemungkinan Gaddafi mundur telah dibicarakan, tapi ia tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Delegasi tingkat tinggi ini dipandang dengan kecurigaan di Benghazi, di mana warga sejak lama menolak bantuan yang diberikan Kolonel Gaddafi bagi pembangunan Afrika dan proyek-proyek militer yang dianggap merugikan Libya timur. Para pemberontak merasa sumbangan kolonel itu akan terwujud dalam kesepakatan yang menjurus pada status quo, daripada menerima tuntutan mereka untuk mengadakan perubahan.

Para pemberontak juga tampaknya tidak akan menerima gencatan senjata yang mencakup diakhirinya pengeboman oleh NATO, yang dianggap berjasa membalikkan pertempuran di kota Ajdabiya, setidaknya untuk sementara waktu.