Ratusan Muslim melakukan pawai ke Kedutaan Besar Swedia yang dijaga ketat di Jakarta untuk memprotes aksi pelecehan terhadap Al-Qur'an oleh dua aktivis sayap kanan di Swedia dan Belanda.
Sambil mengusung plakat-plakat bertuliskan “Only Evil Burnt Quran”, “We Stand For Islam”, dan “Islamophobia Go To Hell”, lebih dari 300 demonstran memenuhi jalan-jalan raya utama di pusat kota Jakarta dan merusak serta membakar potret aktivis anti-Islam Denmark Rasmus Paludan bersama dengan bendera-bendera Swedia, Denmark dan Belanda.
Pihak berwenang memblokir jalan-jalan menuju kedutaan itu dan mengerahkan lebih dari 200 polisi dan tentara. Paludan dan pemimpin gerakan sayap kanan Belanda awal bulan ini membakar halaman-halaman Al-Qur'an, membuat marah umat Islam dan memicu protes di seluruh dunia.
Media-media setempat melaporkan, para demonstran pada umumnya tergabung dalam kelompok-kelompok Islam seperti Front Persatuan Islam (FPI), Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF) dan Persaudaraan Alumni 212.
Ketua Umum PA 212 Abdul Qohar memberikan orasi di depan massa yang berkumpul di depan Menara Rajawali. "Lihat perusahaan di mana di bawah Belanda, mana yang punya Swedia, mana yang punya Denmark. Produk-produknya kita boikot!," ujarnya di depan massa.
Seorang orator lain mengeluarkan pernyataan yang lebih keras. "Kami harap dan meminta pemerintah Presiden Jokowi untuk memutus hubungan diplomatik dengan Swedia, Belanda, dan Denmark," katanya.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah mengutuk keras aksi pembakaran Al-Qur'an oleh Paludan. Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri, aksi penistaan kitab suci ini telah melukai dan menodai toleransi umat beragama. Pernyataan itu juga menegaskan bahwa kebebasan berekspresi seharusnya dilakukan secara bertanggung jawab.
Paludan sebelumnya mendapatkan izin dari pihak kepolisian setempat untuk menggelar protes di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm, di mana ia membakar kitab suci umat Islam itu pada Sabtu (21/1).
Para pejabat Swedia menekankan bahwa kebebasan berekspresi dijamin oleh Konstitusi Swedia dan memberi orang hak yang luas untuk mengekspresikan pandangan mereka di depan umum, meskipun hasutan untuk melakukan kekerasan atau ujaran kebencian tidak diperbolehkan.
Menyusul aksi di Swedia, Edwin Wagensveld, seorang politisi sayap kanan di Belanda melakukan pelecehan serupa sehari setelahnya. Ia merobek lembaran-lembaran Al-Qur'an di dekat parlemen Belanda dan menginjak robekan-robekan tersebut. Polisi melihat kejadian itu tetapi tidak melakukan intervensi. [ab/uh]