Dengan keluarnya pasukan militer AS dari Afganistan dan Kabul yang dikuasai Taliban, ratusan wartawan, banyak di antaranya perempuan mencari perlindungan.
Hampir sebulan lalu, Storai Karimi dan suaminya masih meliput dari garis depan Herat. Kini mereka bersembunyi di Pakistan, setelah melarikan diri dari kekuasaan Taliban. “Juru bicara Taliban mengatakan: 'Kami tidak punya masalah dengan wartawan.' Namun kami melihat mereka mengejar-ngejar wartawan, mencari kami dari rumah ke rumah. Seperti diketahui, lebih dari 200 wartawan dan aktivis masyarakat sipil tidak diketahui keberadaannya. Ini menunjukkan bahwa jurnalis tidak aman. Dan yang lebih penting, wartawan perempuan tidak boleh bekerja di media," ungkap Storai.
Your browser doesn’t support HTML5
Organisasi media internasional mengatakan, menyelamatkan rekan-rekan mereka di Afghanistan adalah tugas yang sulit. Yayasan Media Perempuan Internasional mengatakan, masyarakat (komunitas) kebebasan pers sedang mengajukan ribuan permohonan.
Nadine Hoffman dari Yayasan Media Perempuan Internasional mengatakan, “Namun tentu saja, sewaktu kami terlibat dalam memberi bantuan darurat, operasi terbesar yang paling rumit dan sulit untuk berusaha mendukung para wartawan yang terancam bahaya.”
BACA JUGA: Pembicaraan Gagal, Pertempuran Pecah antara Taliban dan Pasukan PanjshirBahkan mereka yang berhasil melarikan diri mengatakan, nyawa mereka masih dalam bahaya.
Wartawati Storai Karimi menambahkan, “Kami di Pakistan, tetapi hati kami tidak merasa damai. Kami tidak dalam kondisi psikologis yang baik. Kami masih sangat cemas.”
Ketika para wartawan mencoba mencari jalan keluar yang aman dari Afganistan atau bersembunyi demi keselamatan mereka sendiri, banyak yang takut akan terjadi pemutusan informasi di seluruh negeri.
Nadine Hoffman menambahkan, “Ini benar-benar keadaan yang sulit dan membingungkan, bukan? Karena jika para wartawan meninggalkan Afganistan, maka tidak ada yang tahu apa yang terjadi di sana. Tetapi jika mereka berada di sana, mereka mungkin terancam hidupnya kalau memberitakan liputan mereka."
Dengan keluarnya pasukan AS dan NATO, kecemasan beralih pada mereka yang masih tertinggal di sana.
Storai Karimi mengatakan, “Bagaimana kami bisa merasa pasti dengan keselamatan kami? Tidak ada organisasi yang membantu. Kami berada di kota yang sekarang dikuasai oleh kekuatan yang telah bertempur selama bertahun-tahun di pegunungan. Bagaimana mereka bisa memikirkan keselamatan kami? Selama ini mereka hanya melihat pembunuhan dan darah.” [ps/jm]