Beragam pandangan muncul sehari setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengumumkan akan memperpanjang jam sekolah dasar dan menengah. Ada yang mendukung, tetapi tidak sedikit pula yang menentangnya.
Mereka yang mendukung mengatakan gagasan kebijakan yang diambil dari sistem pendidikan dasar dan menengah di Finlandia itu akan menghasilkan sumber daya manusia berkualitas karena sejak awal siswa diberi pendidikan karakter. Tetapi mereka yang menolak rencana kebijakan itu menilai infrastruktur dan luas wilayah Indonesia tidak memungkinkan menerapkan kebijakan seperti Finlandia.
Ketua Lingkaran Pendidikan Alternatif (KAPAL) Perempuan Misiyah menyayangkan kebijakan yang diumumkan Muhadjir seminggu setelah dilantik menjadi menteri pendidikan itu.
“Pertama, menurut saya kalau menteri baru seharusnya mempelajari terlebih dahulu Rancangan Pembangunan Nasional RPNJM yang merupakan dasar-dasar kebijakan presiden. Seharusnya ia mengikuti rancangan itu dan tidak membuat kebijakan-kebijakan baru yang bertentangan," ujarnya.
"Kedua, juga melihat rencana strategis apa yang sudah disusun menteri sebelumnya, baru membuat kajian-kajian lebih lanjut jika ingin membuat kebijakan baru. Jadi seharusnya ia mengenali medanya terlebih dahulu, baru merancang kebijakan baru jika memang ada,” kata Misiyah.
Pemimpin Sekolah Pedalangan Wayang Sasak di Lombok Barat, Abdul Latif Apriaman, mengatakan sangat terkejut ketika mendengar rencana kebijakan itu.
“Saya kaget ada keputusan oleh menteri yang kinerjanya baru beberapa hari tetapi sudah membuat kebijakan yang mengejutkan. Entah apa dasar kajian akademisnya. Tetapi saya rasa tidak banyak sekolah yang siap. Bagi sekolah-sekolah di Indonesia, apalagi di tempat terpencil seperti sekolah yang saya gagas, kami belum siap,” kata Abdul.
Your browser doesn’t support HTML5
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan rencana perpanjangan jam sekolah dasar dan menengah itu berawal dari keinginan mengimplementasikan Nawacita atau agenda prioritas pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Untuk itu, Muhadjir ingin mengubah porsi pendidikan di tingkat sekolah dasar menjadi 70 persen pendidikan karakter dan 30 persen pendidikan pengetahuan. Sementara di tingkat sekolah menengah, angka itu diubah menjadi 60 persen pendidikan karakter dan 30 persen pendidikan pengetahuan.
Perpanjangan jam sekolah dinilai akan dapat membantu guru memperoleh tambahan jam mengajar sebagai syarat meraih sertifikasi guru, dan sekaligus memberi lingkungan yang aman bagi siswa.
“Saya ingin sekolah yang menjadi rumah kedua, bukan swalayan atau mal," katanya kepada wartawan pekan lalu ketika mengumumkan rencana itu.
Pendidikan Karakter Tak Hanya dari Agama
Namun rencana itu langsung menuai kontroversi, terlebih ketika dalam sebuah forum diskusi di Universitas Muhammadiah Malang UMM hari Minggu (7/8), Muhadjir mencontohkan belajar mengaji sebagai salah satu bentuk ekstrakurikuler selepas jam sekolah. Contoh itu dikecam karena menurut sejumlah pendidik dan aktivis, pendidikan karakter tidak melulu diperoleh dari pelajaran agama.
“Ia beralasan ini merupakan pendidikan karakter. Pertanyaannya jika memang orientasinya ke sana, apakah pendidikan karakter itu dijawab lewat pendidikan agama saja? Lalu bagaimana dengan mereka yang letak sekolahnya sangat jauh dengan rumah? Bagaimana dengan mereka yang bersekolah di pulau-pulau terpencil?" ujar Misiyah.
"Jika ia pulang-pergi naik perahu pada malam hari misalnya, apa tidak tambah berbahaya? Belum lagi pada anak-anak perempuan yang harus melewati ladang atau hutan dll. Tidakkah beresiko pemerkosaan dan kekerasan seksual? Lihat bagaimana kasus YY di Bengkulu yang diperkosa beramai-ramai ketika ia pulang sekolah dan melewati jalan yang sepi."
"Pejabat-pejabat publik seharusnya sensitif menggali informasi sedalam-dalamnya sebelum membuat kebijakan. Lihat bagaimana dampak kebijakan itu pada ketimpangan wilayah, ketimpangan ekonomi, ketimpangan infrastruktur dan ketimpangan jenis kelamin yang ada,” tutur Misiyah.
Abdul Latif Apriaman dari Sekolah Pedalangan Wayang Sasak melalui media sosial mengajak Muhadjir untuk datang ke sekolahnya, di mana siswa diberi peluang untuk tidak sekedar menjadi siswa tetapi juga menjadi guru.
“Di sini siswa diajar menjadi manusia, lewat pendidikan yang sehat, mencerdaskan tetapi juga menyenangkan," tambah Latif.
Dalam konferensi pers di Jakarta Selasa siang, Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan akan membatalkan rencana perpanjangan jam sekolah atau yang ramai disebut sebagai kebijakan ‘’full day school’’ itu.
“Jika memang belum dapat dilaksanakan, saya akan menarik rencana itu dan mencari pendekatan lain," ujar Muhadjir.
Tetapi warga masyarakat tampaknya harus bersiap-siap menghadapi kontroversi baru. Muhadjir juga akan meninjau ulang kebijakan sekolah gratis yang dinilai kerap menghambat partisipasi masyarakat dalam mengelola lembaga pendidikan. Rencana peninjauan ulang itu disampaikannya seusai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Jakarta, Senin (8/8). [em/ds]