Rusia dan NATO Gagal Perkecil Perselisihan soal Libya

Kunjungan Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen (kiri) ke Rusia Senin (4/7), gagal memperkecil perselisihan soal misi NATO di Libya.

Moskow marah atas pemberian senjata langsung oleh Perancis kepada pemberontak Libya, yang dianggap melanggar mandat PBB.

Rusia dan NATO telah gagal memperkecil perbedaan pandangan mengenai serangan udara Barat di Libya, setelah Moskow menuduh NATO menafsirkan resolusi PBB mengenai campur-tangan militer dengan bagaimanapun yang diinginkannya.

Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen membela misi NATO di Libya hari Senin dalam kunjungannya ke kota Sochi, Rusia, di mana ia membicarakan Libya dengan Presiden Rusia Dmitry Medvedev dan mengunjungi Presiden Afrika Selatan Jacob Zuma. Zuma telah memimpin usaha Uni Afrika untuk membantu merundingkan penyelesaian damai di Libya.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan tidak ada pengertian bersama mengenai bagaimana resolusi itu dilaksanakan. Ia mengatakan Moskow menghendaki mandat PBB dipenuhi sebagaimana tertulis, tanpa memperluas penafsirannya.

Sementara NATO telah meningkatkan serangan udara untuk mendukung pasukan pemberontak, Rusia mengatakan NATO telah melampaui batas-batasnya. Moskow marah terutama setelah terungkapnya pekan lalu mengenai pemberian senjata langsung oleh Perancis kepada pemberontak yang bertempur melawan pasukan pemimpin Libya Moammar Gaddafi.

Rusia tidak turut memberi suara mengenai resolusi Dewan Keamanan PBB bulan Maret yang memberi NATO wewenang untuk melindungi kaum sipil di Libya dengan menggunakan kekuatan militer.

Dalam berita yag sehubungan, para pejabat pemerintahan Gaddafi hari Senin mengatakan kemajuan telah tercapai dalam pembicaraan dengan para tokoh oposisi untuk mengakhiri sengketa 4 bulan itu.