Saham global dan imbal hasil obligasi Amerika Serikat merosot pada Kamis (24/2), sementara dolar, emas, dan harga minyak meroket lebih tinggi setelah Rusia menembakkan rudal ke beberapa kota Ukraina dan mengerahkan pasukannya di wilayah pesisir selatan dari negara tersebut.
Tak lama setelah Presiden Vladimir Putin mengatakan dia telah mengesahkan apa yang dia sebut operasi militer khusus, ledakan terdengar di Ibu Kota Ukraina, Kyiv. Pemerintah Ukraina menuduh Moskow meluncurkan invasi skala penuh.
Amerika Serikat dan sekutunya akan menjatuhkan "sanksi berat" kepada Rusia setelah serangan itu, kata Presiden AS Joe Biden.
BACA JUGA: Ledakan Terdengar di Kyiv, Putin Deklarasikan Operasi Militer terhadap UkrainaPenurunan ekuitas di Asia tampaknya akan berlanjut di Eropa dan AS, dengan lonjakan tajam harga komoditas menambah kekhawatiran tentang inflasi dan risiko terhadap pertumbuhan ekonomi.
Indeks S&P 500 turun 2,3 persen dan Nasdaq turun 2,8 persen.
Bursa Moskow mengumumkan penangguhan semua perdagangan pada Kamis (24/2).
Di Asia, indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang turun lebih dari 3,2 persen ke level terendah sejak November 2020. Saham Australia merosot lebih dari 3 persen dan blue chips China kehilangan 2 persen.
Nikkei Tokyo turun 2,1 persen.
"Pasar selalu mencoba untuk menilai apakah (Rusia) akan berhenti di Donbass, dan terlihat cukup jelas bahwa mereka bergerak menuju Kyiv, yang selalu menjadi salah satu skenario terburuk. Kami sekarang memiliki malam yang panjang di depan kami untuk mencoba memahami betapa buruknya ini, dan sanksi apa yang diberikan, karena harus ada putaran sanksi baru sekarang terhadap Putin dan pemerintah Rusia," kata Chris Weston, kepala penelitian di Pepperstone.
"Di situlah kasus terburuk, dan itulah yang kita saksikan saat ini. Tidak ada pembeli di sini yang mau mengambil risiko, dan ada banyak penjual di luar sana, jadi pasar ini terpukul sangat keras,” tegasnya.
Minyak mentah Brent berjangka, yang bergerak antara naik dan turun tajam pada Rabu (23/2), melonjak lebih dari 3,5 persen hingga menembus $100 per barel pada Kamis (24/2), untuk pertama kalinya sejak September 2014.
BACA JUGA: Serangan Rusia Paksa Ukraina Tutup Wilayah Udara bagi Penerbangan SipilMinyak jenis West Texas Intermediate (WTI) melonjak 4,6 persen menjadi $96,22 per barel, tertinggi sejak Agustus 2014.
Pasar emas melonjak lebih dari 1,7 persen mencapai level tertinggi sejak awal Januari 2021.
Aksi jual yang semakin dalam di ekuitas terjadi setelah saham AS terpukul pada Rabu (23/2). Dow Jones Industrial Average turun 1,38 persen menjadi hampir di atas level yang akan mengkonfirmasi koreksi. S&P 500 yang mengkonfirmasi koreksi sehari sebelumnya, turun 1,84 persen menjadi 4.225,5.
Investor juga telah bergulat dengan prospek pengetatan kebijakan segera oleh Bank Sentral AS yang bertujuan memerangi lonjakan inflasi, yang menurut analis NAB dapat diperburuk oleh kejutan pasokan komoditas.
BACA JUGA: Menghitung Kekuatan Angkatan Bersenjata Ukraina vs RusiaMeskipun demikian, ancaman geopolitik langsung membebani imbal hasil AS pada Kamis, mendorong imbal hasil 10-tahun AS turun tajam. Euro juga turut melorot.
Rubel Rusia berbalik lebih rendah setelah membukukan kenaikan kecil di awal sesi. Mata uang itu terakhir turun sebanyak 5,77 persen di atas penurunan 3 persen terhadap dolar pada Rabu (23/2).
Aksi jual menyebar ke pasar mata uang kripto, mendorong bitcoin di bawah $35.000 untuk pertama kalinya dalam sebulan. [ah/rs]