Perintah eksekutif yang dikeluarkan Presiden Donald Trump hari Senin (6/8) untuk menjalankan kembali sanksi-sanksi ekonomi terhadap Iran tampaknya akan membuat bentrokan antara kebijakan luar negeri Amerika dan Turki.
Turki mengatakan tindakan sepihak yang dilancarkan Trump itu tidak mengikat bagi Turki, dan hanya akan memperburuk ketegangan antara kedua sekutu NATO itu.
Seorang pejabat senior pemerintah Amerika mengatakan, “Kami akan menjalankan sanksi-sanksi itu dengan agresif, dan ini akan merupakan cobaan bagi perusahaan-perusahaan, bank dan pemerintah asing yang ingin terus berhubungan dengan Iran. Mereka harus memutuskan dengan siapa mereka mau berdagang.”
Gelombang pertama sanksi-sanksi atas Iran itu akan diberlakukan lewat tengah malam hari Senin waktu Washington, dan menyasar transaksi keuangan dan penjualan pesawat terbang komersial kepada Iran. Pada bulan November nanti sanksi yang akan dikenakan menyangkut penjualan bahan bakar Iran ke luar negeri.
Menteri luar negeri Mevlut Cavusoglu mengatakan tidak akan menaati sanksi-sanksi Amerika itu, dan mengatakan Turki hanya terikat pada perjanjian internasional. Turki mengatakan, Iran adalah mitra dagangnya yang penting.
Minyak mentah dan gas alam dari Iran sangat penting bagi Turki yang tidak punya banyak sumber energi. Dalam enam bulan pertama tahun ini, Turki mengimpor rata-rata 176.000 barel minyak mentah Iran tiap hari. Ini merupakan 49 persen dari impor Turki.
Soli Ozel dari Universitas Kadir Has di Istanbul mengatakan, “Ini hal yang sangat serius, apalagi karena perekonomian Turki sedang mengalami kesulitan. Kalau tidak berdagang dengan Iran dan tidak boleh membeli minyak dan gas alam dari negara itu akan sangat merugikan perekonomian Turki.”
Hubungan Amerika-Turki juga tegang karena berbagai hal lain. Minggu lalu, Amerika mengenakan sanksi-sanksi atas dua orang menteri kabinet Turki karena masih ditahannya seorang pastor Amerika, yang dikenai tuduhan melakukan aksi teroris. Turki membalas dengan mengenakan sanksi-sanksi atas dua orang pejabat Amerika yang tidak disebutkan namanya.
Pemerintah Amerika mengusulkan agak Turki membeli minyak dari Arab Saudi, tapi seorang pebisnis Turki mengatakan Amerika tidak memperhitungkan ongkos lebih mahal yang harus dibayar Turki untuk menyuling minyak Arab Saudi yang lebih rendah kualitasnya.
“Turki didesak supaya membeli minyak Arab Saudi, padahal Turki punya pipa minyak yang menghubungkan negara itu dengan Iran dan harganyapun lebih murah,” kata Ilnur Cevik, penasihat senior presiden Turki.
“Siapa yang bisa menjamin pasokan minyak dari Arab Saudi bisa terjamin dan harganya cukup murah, karena Arab Saudi berkali-kali menunjukkan kebijakan yang bermusuhan terhadap Turki,” kata Cevik lagi. [ii]