Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah menyatakan satu orang petani di Poso meninggal dunia dalam aksi kekerasan terbaru yang diduga kuat dilakukan oleh kelompok teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pada Minggu (19/4) sore.
Kabid Humas Polda Sulteng Kombes Didik Supranoto (20/4) menjelaskan petani bernama Ambo Ajeng (33), warga desa Kilo, kecamatan Poso Pesisir Utara itu dijemput oleh sekelompok orang yang diduga anggota MIT saat berada di pondok kebunnya di wilayah kilometer sembilan gunung desa Kawende.
Seorang petani lainnya yang berada di sekitar lokasi sempat ditembaki sebanyak tiga kali, tapi berhasil menyelamatkan diri tanpa terluka. Petani itu lalu melaporkan peristiwa penculikan Ambo kepada keluarga korban.
“Dugaan kuat pelakunya adalah kelompok MIT. Berdasarkan kesaksian dari beberapa orang di sana, selain mereka mengeksekusi korban, mereka juga menembaki warga yang ada di kebun. Tapi semua warga itu berhasil melarikan diri,” kata Didik kepada wartawan di Polda Sulawesi Tengah.
BACA JUGA: Satgas Tinombala Tewaskan 2 Anggota Mujahidin Indonesia Timur di PosoDidik mengatakan hasil visum luar terhadap jenazah korban ditemukan luka pada bagian leher akibat senjata tajam.
Lanjut Didik, warga di Poso diminta tetap tenang karena Satgas Tinombala dibantu Polres, Polsek dan Koramil sedang melakukan pengejaran dan deteksi. Dia juga mengimbau masyarakat untuk membantu Satgas Operasi Tinombala menangkap kelompok MIT dengan memberikan informasi melalui jaringan media komunikasi yang ada dan aman.
“Kemudian saya imbau kembali bila ada hal yang mencurigakan segera menghubungi Kepolisian atau TNI terdekat tanpa fisiknya datang. Cukup gunakan media yang ada, cukup gunakan handphone,” ujar Kombes Didik.
Your browser doesn’t support HTML5
Butuh Perundingan
Secara terpisah Dedy Askari, Ketua Komnas HAM Perwakilan Sulawesi Tengah, kepada VOA mengatakan serangkaian kekerasan di Poso dalam dua pekan terakhir menunjukkan bahwa operasi Tinombala di wilayah itu belum sepenuhnya memberikan rasa aman kepada masyarakat di Poso.
“Lantas kemudian apa iya satgas telah mengepung? Tapi di lain sisi masih banyak peristiwa kekerasan, kontak senjata dan segala macam terjadi dimana-mana. Pertanyaannya jika sedemikian itu apakah itu bisa dikatakan efektif? Kan tidak,” ujarnya.
Dedy menyarakan untuk menghentikan operasi Tinombala dan mengedepankan dialog antar berbagai pihak untuk menyelesaikan persoalan di Poso secara damai.
BACA JUGA: Polda Sulteng Imbau 16 Anggota MIT Menyerahkan Diri“Dorong dan fasilitasi upaya perundingan dan gencatan senjata. Kalau pun dihadapkan pada satu pilihan, secara institusional, kami Komnas HAM bersedia untuk mencoba mengupayakan, memfasilitasi proses perundingan itu,” kata Dedy.
Menurutnya tidak ada kata terlambat untuk memulai proses negosiasi agar masalah keamanan di Poso bisa diselesaikan tanpa kekerasan. Dia berpendapat kekerasan yang muncul dalam pelaksanaan operasi Tinombala malah melahirkan dendam dan kekerasan baru yang mengorbankan masyarakat yang tidak berdosa..
5 Tewas Sepanjang April
Serangkaian konflik antara Satgas Tinombala dan kelompok MIT di Poso sepanjang April 2020 sudah menyebabkan lima orang tewas, baik dari pihak masyarakat maupun kelompok MIT.
Korban tewas termasuk dua petani yang terbunuh dalam dua peristiwa terpisah. Polisi menduga kuat kelompok MIT sebagai pelaku kedua pembunuhan itu.
BACA JUGA: Polda Sulteng Perpanjang Operasi Tinombala Untuk Tangkap Kelompok MITKemudian pada 15 April pekan lalu, Satgas Tinombala menembak mati dua anggota MIT pelaku penembakan polisi yang sedang berjaga di sebuah bank di Kota Poso.
Sebelumnya, seorang warga bernama Qidam Alfariski Mofance, tewas pada 9 April saat penindakan oleh Satgas Tinombala. Pihak keluarga menyebut pemuda berusia 20 tahun itu tidak memiliki kaitan dengan kelompok MIT.
Dalam laporan kepada Komnas HAM Sulteng pada 11 April 2020, pihak keluarga menyatakan menemukan bekas-bekas luka tidak wajar selain bekas luka tembak yang mengindikasikan adanya penganiayaan terhadap pemuda yang mencari nafkah sebagai pengantre jeriken solar di stasiun pengisian bahan bakar umum di Poso tersebut. Pihak keluarga mendesak Polda Sulawesi Tengah untuk menjelaskan penindakan fatal itu. [yl/ft]