Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto mengatakan seekor harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) ditemukan mati di perkebunan masyarakat Desa Kapa Seusak, Kecamatan Trumon Timur, Kabupaten Aceh Selatan, Senin (29/6). Kemudian keesokan harinya, tim dokter hewan dari BKSDA Aceh melakukan nekropsi guna mengetahui penyebab kematian harimau betina itu.
"Tim medis kami dan dari beberapa mitra sudah melakukan nekropsi (bedah bangkai). Dari hasil nekropsi disimpulkan bahwa diduga kematian harimau tersebut karena toksik atau keracunan," kata Agus kepada VOA, Selasa (30/6).
Berdasarkan hasil nekropsi terhadap bangkai harimau berusia dua atau tiga tahun tersebut, kata Agus, kondisi bangkai satwa dilindungi itu sudah mulai mengalami autolisis (perombakan tubuh organisme yang mati oleh enzim tanpa bantuan bakteri).
Lalu, tim medis juga menemukan adanya pendarahan dari lobang nasal, jaringan di bawah kulit sebagian mengalami memar, dan luka diduga akubat kawat duri pada bagian perut. Kemudian, ditemukan zat yang diduga racun insektisida pada kulit mangsa (kambing) yang dimakan harimau. Namun tak ada bagian tubuh harimau tersebut yang hilang.
"Adanya potongan kulit hewan ternak yang dimakan harimau. Di situ diduga juga ada zat racun yang terkandung dalam potongan hewan ternak tersebut," ujarnya.
Agus belum bisa memastikan apakah harimau Sumatra itu mati karena sengaja dibunuh dengan cara diracun. Saat ini BKSDA Aceh telah berkoordinasi dengan Polres Aceh Selatan untuk menyelidiki kematian harimau tersebut.
"Adanya atau tidaknya unsur-unsur tindak pidana dalam kematian harimau itu nanti akan diproses Polres Aceh Selatan," ungkapnya.
BACA JUGA: Pukat Harimau Sengsarakan Nelayan Tradisional di SumutSebelumnya, kematian harimau Sumatra karena diracun juga terjadi di Sumatra Utara (Sumut) tepatnya di Desa Ranto Panjang, Kecamatan Muara Batang Gadis, Mandailing Natal, Rabu (24/6). Harimau malang tersebut mati usai memakan kambing yang sengaja diumpankan warga. Kambing itu sebelumnya diketahui telah diracun terlebih dahulu oleh masyarakat. Mirisnya, kulit pada bagian dahi harimau Sumatra tersebut hilang.
Sementara itu, Ketua Protection of Forest and Fauna (ProFauna) Indonesia, Rosek Nursahid mengatakan kasus harimau dan satwa langka lainnya yang mati akibat diracun sudah berulang kali terjadi di Pulau Sumatra. Menurutnya, hal itu tidak terlepas dari konflik yang terjadi akibat alih fungsi hutan.
"Satwa-satwa itu kadang dianggap hama dan membahayakan penduduk atau pekerja kebun sehingga diracun," kata Rosek saat dihubungi VOA.
Lanjutnya, kematian harimau dan satwa dilindungi lainnya yang berulang kali terjadi karena minimnya tindakan preventif.
"Kalau kita hanya (berpatokan) proses hukum berjalan ketika satwa itu mati terbukti setiap tahun ada. Artinya tidak ada efek jera," pungkas Rosek.
Harimau Sumatra merupakan salah satu jenis satwa yang dilindungi di Indonesia. Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatra ini masuk dalam spesies yang terancam kritis dan beresiko tinggi untuk punah di alam liar. [aa/em]