Seruan Kampus dan Masyarat Madani Bagai Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

  • Fathiyah Wardah

Seorang partisipan acara Maklumat Trisakti Melawan Tirani mengenakan kaus bertuliskan "Jaga Reformasi 98 Demokrasi Indonesia Lebih Baik", Jakarta, 9 Februari 2024. (Foto: Indra Yoga/VOA)

Sejumlah kampus terus menyampaikan seruan keprihatinan terhadap jalannya konstestasi pemilu 2024.  Suara kampus dan masyarakat madani itu ditujukan pada sikap Presiden Joko Widodo dan penyelenggara pemilu lainnya yang diduga meninggalkan jalan demokrasi dan masuk dalam konflik kepentingan.

Masyarakat Antropologi Indonesia, Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM, serta Universitas Trisakti adalah tiga entitas terbaru yang menyampaikan keprihatinan dengan carut marut kondisi demokrasi, khususnya pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) 2024.

Bertempat di Rumah Bung Hatta, Masyarakat Antropologi Indonesia pada Jumat (9/2) menyampaikan sepuluh hal yang membuat mereka berkumpul dan menyampaikan pernyataan.

Mewakili Masyarakat Antropologi Indonesia, Mulyawan, menyampaikan alasan mengapa mereka sengaja berkumpul di Rumah Bung Hatta.

“Kami menilai (Bung Hatta) sebagai sosok pemimpin dan negarawan pemberi tauladan bagaimana caranya berpolitik dengan santun, bermartabat, dan rendah hati dan tidak melihat kekuasaan dan jabatan sebagai sesuatu yang dapat digunakan secara semena-mena," tutur Mulyawan.

Masyarakat Antropologi Indonesia usai menyampaikan pernyataan mengenai kondisi demokrasi di Indonesia, di Rumah Bung Hatta, Jakarta, 9 Februari 2024. (Foto: Masyarakat Antropologi Indonesia)

Salah satu dari sepuluh keprihatinan yang disampaikan itu menyoroti lunturnya etika, moral, nilai kejujuran dan integritas berbangsa dan bernegara yang seyogyanya dijunjung tinggi, praktik yang menormalkan politik kekerabatan dengan memanipulasi peraturan perundangan yang merusak nilai-nilai demokrasi dan banyaknya elit politik yang meredukasi demokrasi sebatas strategis politik yang menghalalkan segala cara.

Presiden Diminta Setop Menyalahgunakan Kekuasaan

Keprihatinan serupa juga disampaikan Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM yang melangsungkan pertemuan terbuka di kawasan Monumen Nasional pada hari yang sama.

“Kami mendesak presiden untuk menghentikan penyalahgunaan kekuasaan dalam pemilu 2024. Kami menolak ketidaknetralan presiden karena merusak demokrasi, mengoyak keadilan dan memecah bangsa, serta menolak penyalahgunaan kekuasaan dalam mendukung pasangan calon dengan melanggar konstitusi, mengukuhkan nepotisme, oligarki dan patriarki," kata aktivis perempuan senior, Zumrotin Susilo, membacakan seruan dari Koalisi Perempuan Penyelamat Demokrasi dan HAM.

Zumrotin pernah menjabat di sejumlah lembaga internasional dan dalam negeri.

Mewakili 500an perempuan yang berunjuk rasa, Zumrotin mengatakan presiden telah meninggalkan nilai-nilai demokrasi berperspektif perempuan dan tidak menganggap penting seruan moral dan kritik, tidak saja dari kelompok-kelompok perempuan, tetapi juga organisasi masyarakat sipil dan universitas-universitas.

Guru Besar Universitas Trisakti Dadan Umar Daihani (tengah) dalam acara pembacaan Maklumat Trisakti Melawan Tirani di Tugu 12 Mei Reformasi, Jakarta, Jumat, 9 Februari 2024. (Foto: Indra Yoga/VOA)

Universitas Trisakti Ingatkan Peristiwa Reformasi 1998

Seakan mengikuti jejak Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada dan lebih dari 70an kampus terkemuka lain se-Indonesia, pada hari Jumat pula sejumlah mahasiswa, guru besar, dosen serta alumni Universitas Trisakti menyuarakan hal yang sama di Tugu 12 Mei Reformasi, Jakarta. Mereka juga membacakan maklumat Trisakti Melawan Tirani.

Guru Besar Universitas Trisakti Dadan Umar Daihani mengingatkan kembali peristiwa reformasi yang terjadi 26 tahun lalu yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti, dan menegaskan bahwa Indonesia yang selalu mengedepankan etika dan norma, adalah milik semua orang.

BACA JUGA: Koalisi Perempuan Minta Presiden Jaga Netralitas dan Hentikan Penyalahgunaan Kekuasaan

“Bagaimana mungkin negara ini akan baik membawa kita semua ke arah yang benar kalau cara-cara yang dilakukan untuk memilih pimpinan saja sudah tidak beradab, tidak melakukan keadaban,” ujar Dadan seraya menambahkan bahwa saat ini penguasa seakan menjadi pemilik negeri.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid, yang juga alumni Universitas Trisakti, mengatakan mereka berkumpul di Tugu 12 Mei Reformasi untuk menjaga cita-cita dari mereka yang tewas dalam perjuangan reformasi 98, yaitu memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Pemerintah saat ini, ujarnya, khususnya presiden, pimpinan Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperlihatkan “pengkhianatan” terhadap pemberantasan KKN.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, yang juga alumni Trisakti, menghadiri acara Maklumat Trisakti Melawan Tirani di Jakarta, Jumat, 9 Februari 2024. (Foto: Indra Yoga/VOA)

Untuk itu ia mendukung suara dari sivitas akademika dan masyarakat yang terpinggirkan untuk merebut kembali kedualatan rakyat.

“Memperlakukan semua warga setara bukan memperlakukan anak presiden dengan istimewa. Dalam republik, hukum harus dihormati. Tidak boleh hukum dijadikan senjata untuk menundukan lawan-lawan politik. Kita menyaksikan pimpinan partai politik diproses hukum untuk mendukung penguasa. Ketika pimpinan parpol mendukung penguasa, seluruh pemberantasan korupsi berhenti,” ujar Usman.

BACA JUGA: Jokowi Tegaskan Tidak Akan Ikut Berkampanye dalam Pilpres 2024

Bagaimana Jika Suara Rakyat Tak Didengar?

Berbicara dalam kesempatan terpisah, Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof. Dr. Koentjoro menyebut beberapa tindakan Presiden Jokowi yang tidak konsisten, kasus etik di Mahkamah Konstitusi terkait persyaratan batas umur calon presiden dan calon wakil presiden, dan kebohongan yang dilakukan atas nama bantuan sosial (bansos) serta atas nama kampanye.

Koentjoro menilai akan ada dua risiko cukup berat ketika suara moral tidak didengar, yaitu akan ada pembangkangan terhadap Presiden Jokowi, dan yang paling mengkhawatirkan adalah jika terjadi kekacauan.

Sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) secara terang-terangan menyampaikan pernyataan sikap yang diberi tajuk “Indonesia Darurat Kenegarawanan”.

Presiden Joko Widodo menjawab pertanyaan wartawan usai membuka Kongres XVI GP Ansor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 2 Februari 2024. (Foto: Biro Setpres)

KSP Hargai Suara Kampus dan Masyarakat Madani

Pelaksana Tugas Deputi V Kantor Staf Presiden Rumadi Ahmad mengatakan pihaknya senang dan menghargai para guru besar yang mengingatkan pemerintah.

“Terkait Pemilu, sekarang sedang berjalan. Kita tidak mungkin mundur untuk pelaksanaan Pemilu meskipun berbagai macam dinamikanya kita sudah tahu. Rakyatlah nanti yang akan menentukan pada tanggal 14 Februari,” ujarnya.

Your browser doesn’t support HTML5

Seruan Kampus dan Masyarat Madani Bagai Cinta Bertepuk Sebelah Tangan

Sementara Wakil Ketua TPN Prabowo-Gibran, Ahmad Muzani mengungkapkan sejauh ini banyak juga akademisi kampus yang mendukung Presiden Jokowi. Ia mengatakan tidak mau berpikir bahwa kritik yang datang dari sivitas akademika itu akan menimbulkan sentiment negatif. Dia mempercayai sudut pandang para akademisi tetap berlandaskan ilmu pengetahuan.

Presiden Joko Widodo belum menanggapi secara resmi seluruh keprihatinan dan kecaman luas terhadap langkah-langkahnya. Namun saat ditanya wartawan seusai membuka Kongres XVI GP Ansor di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, pada 2 Februari lalu, Jokowi menjawab singkat “merupakan hak demokrasi, setiap orang boleh berbicara, berpendapat. Silakan.” [fw/em]