Bank sentral Singapura memperketat kebijakan moneternya pada Kamis (14/4), mengatakan langkah tersebut diperkirakan akan memperlambat momentum inflasi karena negara kota itu sedang berperang melawan melonjaknya harga yang diperparah oleh perang Ukraina dan hambatan pasokan global.
Pengetatan kebijakan, yang ketiga dalam enam bulan terakhir, terjadi karena data terpisah menunjukkan momentum ekonomi Singapura berkurang selama kuartal pertama.
Dolar Singapura sempat mengalami kenaikan sejenak setelah Otoritas Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore/MAS) memusatkan kembali titik tengah dari nilai tukar yang dikenal sebagai Nilai Tukar Efektif Nominal, atau S$NEER, pada level yang berlaku.
Ini adalah pertama kalinya dalam 12 tahun, MAS menggunakan kedua instrumen moneter tersebut secara bersamaan untuk memperketat kebijakan, menggarisbawahi kekhawatiran pembuat kebijakan tentang potensi ketidakstabilan harga yang telah membuat bank sentral AS, Federal Reserve, menetapkan jalur agresif untuk pengetatan kondisi moneter.
"Perang di Ukraina telah mendorong perkiraan inflasi global lebih tinggi dan merusak prospek pertumbuhan," kata MAS dalam sebuah pernyataan.
"Kejutan baru terhadap harga komoditas global dan rantai pasokan menambah tekanan biaya domestik," katanya, memperingatkan bahwa risiko inflasi tetap "meningkat dalam jangka menengah."
Singapura, pusat perjalanan dan bisnis utama, melakukan langkah pembukaan kembali dari pandemi COVID-19 mulai akhir Maret dan awal April, melonggarkan pembatasan lokal dan memungkinkan wisatawan yang divaksinasi dari mana saja di dunia untuk masuk tanpa harus dikarantina.
Bank sentral mempertahankan perkiraannya bahwa produk domestik bruto (PDB) tumbuh 3 persen hingga 5 persen pada tahun ini. Ekonomi tumbuh 7,6 persen pada 2021, tercepat dalam satu dekade, pulih dari kontraksi 4,1 persen yang disebabkan oleh pandemi pada tahun sebelumnya.
BACA JUGA: Singapore Air Show Berlangsung dalam Skala Kecil karena PandemiData muka terpisah pada Kamis (14/4) menunjukkan PDB tumbuh 3,4 persen pada Januari-Maret 2022 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Angka itu Lebih rendah dibandingkan ekspektasi ekonom bahwa pertumbuhan Singapura bisa mencapai 3,8 persen, dan lebih lambat dari kecepatan 6,1 persen pada kuartal keempat 2021.
MAS memperketat kebijakan moneter pada Januari dalam langkah di luar siklus, yang mengikuti pengetatan pada Oktober, bergabung dengan banyak bank sentral global lainnya, yang dipimpin oleh The Fed, untuk mengatasi lonjakan inflasi.
BACA JUGA: Waspadai Risiko Inflasi, Singapura Perketat Kebijakan MoneterSebelumnya pada Kamis (14/4), bank sentral Korea Selatan menaikkan suku bunga ke level tertinggi sejak Agustus 2019, sebuah langkah yang sama sekali di luar dugaan.
Konflik Rusia-Ukraina telah meningkatkan tekanan pada harga konsumen yang sudah meningkat pesat karena hambatan pasokan yang didorong virus corona. Pemerintah Singapura telah mengatakan siap untuk menanggapi hal tersebut dengan langkah-langkah fiskal dan moneter jika krisis Ukraina yang mendalam berdampak pada pertumbuhan dan inflasi.
MAS mengatakan akan tetap waspada terhadap perkembangan di lingkungan eksternal dan dampaknya terhadap ekonomi Singapura. [ah/rs]