Teror bom terhadap sejumlah gereja dan markas polisi di Surabaya dalam dua hari terakhir mengingatkan warga Solo akan peristiwa-peristiwa serupa beberapa tahun lalu. Pada 2011, serangan bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh GBIS Kepunton Solo menewaskan pelaku dan melukai sejumlah jemaat. Pada 2016, aksi serupa terjadi Markas Polresta Solo dan menewaskan pelaku dan melukai seorang polisi.
Wakil Kepala Polresta Solo, AKBP Andy Rifai, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (14/5), mengungkapkan kerjasama aparat keamanan dengan masyarakat menjadi kunci mengantisipasi gangguan keamanan, termasuk aksi terorisme. Andy juga menambahkan menjalin komunikasi dengan mantan narapidana terorisme yang ada di Solo.
Baca juga: Bom Surabaya Upaya Adu Domba Antar Umat Beragama
“Kita pernah menjadi sasaran atau diserang teroris. Itu menjadi pengalaman berharga buat kita. Itu benar-benar menjadi pelajaran berharga bagi kita di Polresta untuk lebih meningkatkan pengamanan di markas ini. Sesuai dengan SOP, kita punya standar penjagaan, pengamanan, di Mapolresta," ujar Andy.
Ia menambahkan, "Tentu saja untuk kewaspadaan kita tingkatkan, tetapi tetap tidak menghilangkan atau mengurangi kenyamanan masyarakat yang membutuhkan layanan kita. Komunikasi dengan masyarakat kita giatkan lagi, kita cek lagi pos ronda siskamling di masyarakat masih berfungsi. Kita libatkan masyarakat, agar keamanan terus meningkat. Untuk pengawasan (eks napi terorisme) di Solo sejak dulu kita lakukan, kita juga jalin komunikasi. Kita rangkul semuanya, agar semua ikut menjaga Solo tetap aman dan kondusif.”
Baca juga: Keluarga Bom Bunuh Diri Dibalik Sejumlah Serangan di Surabaya
Pasca aksi ledakan bom di Mapolrestabes Surabaya, Senin (14/5) pagi, Polresta Solo mengambil langkah antisipasi. Pengerahan sejumlah polisi bersenjata lengkap, pemeriksaan barang bawaan pengunjung, dan penempatan kendaraan pengunjung di luar kompleks polresta menjadi beberapa rangkaian pengamanan di Polresta Solo.
Aksi keprihatinan terkait aksi terorisme di Surabaya juga digelar masyarakat di Solo, Minggu malam (13/5). Mereka menggelar kegiatan lintas agama yang mengecam keras aksi terorisme.
Kepala Kepolisian Sektor di Solo, Kompol Yuliana, yang salah satu gereja di wilayahnya pernah sasaran teror bom bunuh diri pada 2011 mengatakan pengamanan juga menjadi tanggung jawab masyarakat.
“Ada beberapa gereja di Solo yang tergolong besar, Gereja Kepunton Solo yang pernah menjadi sasaran aksi teror, itu juga kita lakukan pengamanan ketat. Pengamanan di gereja-gereja itu, sebelum ada aksi teror yang terjadi di Jawa Timur itu kita sudah lakukan secara rutin. Kita gandeng pengamanan internal gereja, TNI, ormas maupun satgas parpol, yang ikut pengamanan. Pasca kejadian di Jawa timur itu, kita tambah personil pengamanan di gereja-gereja untuk mengantisipasi gangguan keamanan di Solo,” tutur Yuliana.
Pemerintah kota Solo juga memperketat administrasi kependudukan. Walikota Solo, Hadi Rudyatmo, menegaskan pentingnya memperkuat peran ketua RT, ketua RW, lurah dan camat untuk menangkal masuknya kelompok teroris.
“Masyarakat tetap tenang dan waspada. Jangan terpancing atau terprovokasi. Kami sudah menginstruksikan jajaran hingga ke bawah, camat, lurah, RW hingga RT untuk mendata warga pendatang. Aturan harus dijalankan, 1 kali 24 jam tamu bermalam harus lapor RT, RW dan jajaran pemerintah kota Solo. Kalau tidak lapor, ya kita sudah berkoordinasi dengan TNI Polri untuk melakukan tugasnya,” tukas Rudy. [ys/ab]
Your browser doesn’t support HTML5