Kemacetan politik berlanjut hari Rabu di Papua Nugini, di mana pemerintahan baru Perdana Menteri terguling Michael Somare telah dilantik, biarpun saingannya tidak mau menaati perintah Mahkamah Agung untuk turun.
Sengketa itu mulai hari Senin, ketika Mahkamah Agung memutuskan bahwa Somare telah diturunkan secara tidak sah dari kekuasaan sebelumnya tahun ini, ketika ia sedang berada di Singapura untuk menjalani beberapa pembedahan jantung.
Tetapi, pengganti Somare Peter O’Neill bersikeras bahwa dia-lah perdana menteri yang sah di negara itu, setelah dipilih oleh parlemen bulan Agustus lalu.
Beberapa daerah ibukota Port Moresby mengalami kehadiran polisi yang besar hari Rabu. Walaupun tidak ada laporan kekerasan, hari Selasa para anggota parlemen yang setia kepada O’Neill mendatangi kantor gubernur jenderal negara itu – seorang pendukung Somare.
Pemilu berikut dijadwalkan bulan Juni tahun 2012, tetapi beberapa pemerhati mengatakan bahwa pemilu dini kemungkinan adalah cara terbaik untuk menyelesaikan konfrontasi politik yang telah menegakkan dua pemerintahan di Papua Nugini.
Ketua DPR Papua Nugini tidak mau mematuhi perintah Mahkamah Agung mengembalikan jabatan pemimpin kemerdekaan Michael Somare sebagai perdana menteri. Ketua DPR Jeffery Nape mengatakan hari Selasa bahwa ia hanya mengakui pemerintahan Peter O’Neill, yang terpilih oleh para anggota parlemen bulan Agustus.
Sekjen PBB Ban Ki-moon menyatakan keprihatinan hari Selasa akan ketegangan di Papua Nugini dan menyerukan kepada semua pihak agar menahan diri sekuat mungkin. Dalam pernyataan, Ban juga mengutarakan harapan agar krisis itu diselesaikan segera dengan cara yang damai sesuai dengan Undang-Undang Dasar negara itu.