Ikan wrasse yang sangat cantik tersebut hanya dijumpai di terumbu-terumbu karang wilayah barat daya Pulau Flores dan Taman Nasional Komodo di NTT.
Kelompok ilmuwan Indonesia dan Amerika Serikat baru saja mendeskripsikan sebuah spesies ikan wrasse baru yang ditemukan di perairan Nusa Tenggara Timur, dan menamakannya sesuai dengan nama ilmuwan Indonesia.
Ikan tersebut dinamakan Paracheilinus rennyae sebagai apresiasi atas kontribusi ilmiah ahli ikan Renny Kurnia Hadiaty dari Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong.
Deskripsi ikan tersebut, yang dilakukan oleh para ilmuwan dari Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati Indonesia dan lembaga Conservation International Indonesia, baru saja dipublikasikan dalam edisi akhir tahun jurnal Aqua, International Journal of Ichthyology.
"Saya sangat tersanjung dengan penghargaan ini, bukan hanya karena ikan ini adalah spesies ikan yang cantik, tetapi juga karena penulis utama dari deskripsi tersebut adalah rekan dekat saya dan seorang ahli ikan internasional yang terkenal, Gerald Allen," kata Renny, kurator koleksi ikan di Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), Divisi Zoologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Renny memiliki karir yang produktif selama 27 tahun di LIPI, dan dalam kurun waktu tersebut berkonsentrasi pada taksonomi ikan air tawar Indonesia dan telah menulis banyak makalah dengan Allen, yang saat ini bekerja sebagai konsultan di Conservation International.
Ikan wrasse yang sangat cantik tersebut hanya dijumpai di terumbu-terumbu karang wilayah barat daya Pulau Flores dan Taman Nasional Komodo di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Meskipun ikan tersebut adalah spesies ke-17 yang diketahui dari kelompok ikan flasherwrasse, namun ikan ini memiliki keunikan dalam hal pola warnanya, terutama bentuk bulat dari sirip punggung, sirip anal dan ekor. Spesies baru ini terbukti secara genetik berbeda dengan semua flasherwrasse lain yang diketahui di kawasan Segitiga Karang. Kerabat terdekatnya adalah Paracheilinus angulatus dari Kalimantan Timur, Brunei, Sabah dan Filipina Selatan.
"Kami senang bahwa salah satu ilmuwan lokal muda kita, Ni Luh Astria Yusmalinda, mampu mempublikasikan makalah pertamanya di jurnal internasional tentang analisis genetik spesies baru tersebut dan kerabat terdekatnya," kata Ngurah Mahardika, direktur laboratorium dari Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati Indonesia di Universitas Udayana.
"Sudah sepatutnya spesies baru tersebut diberi nama mengikuti nama rekan kami Renny Hadiaty dari LIPI, dan kami berharap ini akan menjadi langkah awal dari semangat kolaborasi ilmiah yang kuat antara universitas-universitas di Indonesia, LSM konservasi seperti Conservation International dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia".
Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati Indonesia adalah sebuah inisiatif kolaborasi dari Universitas Udayana di Bali, Universitas Negeri Papua di Manokwari, Universitas Diponegoro di Semarang, dan Universitas California di Los Angeles.
Ikan-ikan flasherwrasse dengan cepat menjadi kelompok ikan favorit di kalangan penyelam dan fotografer bawah air karena pola warna biru elektrik dan merah, yang hanya ditampilkan sebagai bagian dari ritual kawin harian mereka yang biasanya terjadi sekitar satu jam sebelum matahari terbenam.
Pada saat itu, biasanya jantan berwarna kecoklatan naik di kolom air dan "memancarkan" warna spektakuler mereka untuk kawin sambil menegakkan sirip-sirip mereka dan berenang dengan pola pendek-pendek yang sangat cepat sebagai upaya untuk mengesankan ikan-ikan flasherwrasse betina di dekatnya yang akan terdorong untuk memijah.
"Selain untuk menunjukkan penghargaan kami kepada Renny Hadiaty dan para ilmuwan di LIPI yang sudah bekerja keras, kami juga berharap spesies baru ini akan menambah nilai pariwisata Taman Nasional Komodo dan terumbu karang di sekitar Flores barat daya," kata Tiene Gunawan, Direktur Program Kelautan di Conservation International Indonesia.
Ikan tersebut dinamakan Paracheilinus rennyae sebagai apresiasi atas kontribusi ilmiah ahli ikan Renny Kurnia Hadiaty dari Lembaga Pengetahuan Indonesia (LIPI) Cibinong.
Deskripsi ikan tersebut, yang dilakukan oleh para ilmuwan dari Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati Indonesia dan lembaga Conservation International Indonesia, baru saja dipublikasikan dalam edisi akhir tahun jurnal Aqua, International Journal of Ichthyology.
"Saya sangat tersanjung dengan penghargaan ini, bukan hanya karena ikan ini adalah spesies ikan yang cantik, tetapi juga karena penulis utama dari deskripsi tersebut adalah rekan dekat saya dan seorang ahli ikan internasional yang terkenal, Gerald Allen," kata Renny, kurator koleksi ikan di Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), Divisi Zoologi dari Pusat Penelitian Biologi LIPI.
Renny memiliki karir yang produktif selama 27 tahun di LIPI, dan dalam kurun waktu tersebut berkonsentrasi pada taksonomi ikan air tawar Indonesia dan telah menulis banyak makalah dengan Allen, yang saat ini bekerja sebagai konsultan di Conservation International.
Ikan wrasse yang sangat cantik tersebut hanya dijumpai di terumbu-terumbu karang wilayah barat daya Pulau Flores dan Taman Nasional Komodo di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia.
Meskipun ikan tersebut adalah spesies ke-17 yang diketahui dari kelompok ikan flasherwrasse, namun ikan ini memiliki keunikan dalam hal pola warnanya, terutama bentuk bulat dari sirip punggung, sirip anal dan ekor. Spesies baru ini terbukti secara genetik berbeda dengan semua flasherwrasse lain yang diketahui di kawasan Segitiga Karang. Kerabat terdekatnya adalah Paracheilinus angulatus dari Kalimantan Timur, Brunei, Sabah dan Filipina Selatan.
"Kami senang bahwa salah satu ilmuwan lokal muda kita, Ni Luh Astria Yusmalinda, mampu mempublikasikan makalah pertamanya di jurnal internasional tentang analisis genetik spesies baru tersebut dan kerabat terdekatnya," kata Ngurah Mahardika, direktur laboratorium dari Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati Indonesia di Universitas Udayana.
"Sudah sepatutnya spesies baru tersebut diberi nama mengikuti nama rekan kami Renny Hadiaty dari LIPI, dan kami berharap ini akan menjadi langkah awal dari semangat kolaborasi ilmiah yang kuat antara universitas-universitas di Indonesia, LSM konservasi seperti Conservation International dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia".
Pusat Penelitian Keanekaragaman Hayati Indonesia adalah sebuah inisiatif kolaborasi dari Universitas Udayana di Bali, Universitas Negeri Papua di Manokwari, Universitas Diponegoro di Semarang, dan Universitas California di Los Angeles.
Ikan-ikan flasherwrasse dengan cepat menjadi kelompok ikan favorit di kalangan penyelam dan fotografer bawah air karena pola warna biru elektrik dan merah, yang hanya ditampilkan sebagai bagian dari ritual kawin harian mereka yang biasanya terjadi sekitar satu jam sebelum matahari terbenam.
Pada saat itu, biasanya jantan berwarna kecoklatan naik di kolom air dan "memancarkan" warna spektakuler mereka untuk kawin sambil menegakkan sirip-sirip mereka dan berenang dengan pola pendek-pendek yang sangat cepat sebagai upaya untuk mengesankan ikan-ikan flasherwrasse betina di dekatnya yang akan terdorong untuk memijah.
"Selain untuk menunjukkan penghargaan kami kepada Renny Hadiaty dan para ilmuwan di LIPI yang sudah bekerja keras, kami juga berharap spesies baru ini akan menambah nilai pariwisata Taman Nasional Komodo dan terumbu karang di sekitar Flores barat daya," kata Tiene Gunawan, Direktur Program Kelautan di Conservation International Indonesia.