Sri Lanka sejak hari Minggu (21/4) memberlakukan keadaan darurat setelah menuding sebuah kelompok radikal Islam sebagai pelaku serangkaian serangan bom yang menewaskan sedikitnya 290 orang dan melukai 500 lainnya pada Hari Paskah.
Pemerintah Sri Lanka mengatakan akan menyelidiki apakah kelompok yang ditudingnya itu memiliki hubungan dengan organisasi teroris asing.
Sebelumnya Perdana Menteri Ranil Wikremesinghe mengukuhkan bahwa pihaknya memang telah menerima peringatan sebelumnya mengenai potensi serangan itu dari agen-agen intelijen asing.
Perencanaan matang serangan terhadap beberapa gereja dan hotel mewah itu mengejutkan tim penyelidik dan otorita berwenang. Serangan itu telah mengguncang ketenangan yang sempat dirasakan negara kepulauan itu pasca perang saudara, yang berakhir tahun 2009 lalu.
“Kami tidak percaya serangan ini dilakukan oleh sekelompok orang yang ada di negara ini saja,” ujar juru bicara kabinet Rajitha Senaratne kepada wartawan. “Pasti ada jaringan internasional yang lebih luas di belakangnya.”
Presiden Maithripala Sirisena dijadwalkan akan mengadakan pertemuan dengan sejumlah diplomat di ibukota Kolombo hari Selasa
ini (23/4) untuk meminta mereka membantu melacak kemungkinan kaitan antara para penyerang di Sri Lanka dengan kelompok-kelompok militan di luar negeri.
Jemaah Tauhid Nasional Dituding Bertanggung Jawab
Para pejabat itu mengatakan mereka yakin tujuh pembom bunuh diri yang melakukan serangan itu adalah bagian dari Jemaah Tauhid Nasional (NTJ), kelompok yang melancarkan serangan terkoordinasi terhadap tiga gereja terkemuka dan empat hotel mewah, yang menewaskan sedikitnya 290 orang, termasuk sejumlah warga asing. Belum banyak yang diketahui tentang NTJ. Kelompok ini baru menarik perhatian karena dinilai bersalah dalam pengrusakan beberapa patung Budha.
Kekhawatiran akan terjadinya lebih banyak ledakan bom menyeruak hari Senin (22/4) ketika 87 bom ditemukan di terminal bis utama di Kolombo. Sebuah bom bahkan meledak di sebuah mobil mini-van yang diparkir di dekat gereja yang dilewati banyak orang yang melarikan diri ketika bom-bom meledak sehari sebelumnya. Ledakan di mobil itu terjadi ketika aparat keamanan sedang berupaya menjinakkannya.
Jalan-jalan di Kolombo sepanjang Senin (22/4) ini sepi, banyak fasilitas publik, toko, pasar dan pusat perbelanjaan yang masih tutup. Tentara bersenjata dan anjing pelacak bom tampak dimana-mana, menggantikan wisatawan yang biasanya terlihat memadati jalan dan kawasan hotel yang menghadap ke pantai.
Enam ledakan hari Minggu menelan korban jiwa sangat banyak karena terjadi di gereja-gereja yang sedang dipadati warga yang beribadah pada Hari Paskah, dan juga di hotel-hotel di mana wisatawan sedang duduk menikmati sarapan pagi mereka.
Salah seorang pembom bunuh diri dilaporkan ikut antri di meja sarapan pagi di sebuah restoran hotel. Dua ledakan lainnya terjadi siang hari.
Gedung Putih mengatakan Presiden Donald Trump telah menelpon Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wikremesinghe untuk menyampaikan belasungkawa.
Aparat Selidiki Kemungkinan Terlibatnya Organisasi Teroris Asing
Pemberlakuan status darurat di seluruh Sri Lanka, mulai Minggu malam, membuat polisi dapat menggalakkan operasi pencarian dan interogasi para tersangka. Mereka mengatakan 24 orang telah ditangkap, tetapi belum ada rincian identitas mereka.
Polisi juga mengatakan sedang menyelidiki apakah pihak-pihak yang sebelumnya telah diberi peringatan tentang kemungkinan serangan bom terhadap gereja, hotel dan Komisi Tinggi India, telah mengabaikan peringatan tersebut.
BACA JUGA: Pejabat Sri Lanka: Serangkaian Ledakan Bom Minggu Paskah Terkait Jaringan InternasionalLaporan media di Sri Lanka mengatakan peringatan itu disampaikan oleh badan-badan intelijen India.
Namun pejabat-pejabat di Sri Lanka kini saling menyalahkan tentang kegagalan mengantisipasi serangan berdarah ini. Wikremesinghe mengatakan “kita harus mengkaji mengapa tidak ada langkah pencegahan memadai yang diambil? Baik saya maupun menteri-menteri tidak diberi informasi ini.”
Pertarungan Politik di Sri Lanka Picu Perpecahan di Pemerintahan
Para analis politik melihat pertarungan sengit diantara Wikremesinghe dan Sirisena setahun terakhir ini telah menciptakan perpecahan di tubuh pemerintahan.
Juru bicara kabinet Rajitha Senaratne mengatakan, “Kami benar-benar minta maaf, sebagai pemerintah… kami minta maaf kepada para korban dan institusi yang ada.”
Sebagian penyelidik mengatakan gereja dan hotel yang menjadi target tampaknya dipilih karena akan menarik perhatian luas dunia internasional.
Menurut data terakhir 39 dari 290 korban tewas adalah warga negara asing. Mereka yang tewas itu mencakup juru masak terkenal Sri Lanka Shantha Mayadunne dan putrinya, yang sempat memasang foto sarapan pagi Paskah beberapa saat sebelum terjadinya ledakan itu.
Sekitar 1,5 juta penduduk Sri Lanka dari 21,5 juta populasi negara itu atau berarti sekitar 7% beragama Kristen. Mayoritas utama penduduk negara ini beragama Budha. (em)