Kementerian Keuangan telah mengubah besaran penyaluran anggaran dana desa dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 205 Tahun 2019.
Dalam aturan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut besaran pencairan anggaran dana desa tahun ini untuk tahap I ditetapkan sebesar 40 persen, lebih besar dari sebelumnya 20 persen.
Penyaluran dana desa untuk tahun ini akan dimulai pada Januari 2020 dalam tiga tahap. Tahap I sebesar 40 persen, tahap II sebesar 40 persen dan tahap III sebesar 20 persen. Sebelumnya, pemerintah menerapkan pola tahap I sebesar 20 persen, tahap II sebesar 40 persen, dan tahap III sebesar 40 persen.
Dijelaskan, perubahan ini untuk memaksimalkan kinerja tiap desa dalam melaksanakan program kerja. Adapun anggaran dana desa untuk 2020 adalah Rp 72 triliun.
“Bapak Presiden minta agar 40 persen dibayar di muka, di depan. Sehingga kita baru saja mengeluarkan PMK dimana untuk dana desa transfer 40 persen kita berikan di Januari ini. Dan itu paling lambat 40 persen ini sampai Juni,” ujar Sri Mulyani ketika melakukan rapat bersama komite IV DPD RI, di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (14/1/2020).
Pencairan tahap II, kata Ani, paling cepat Maret dan paling lambat Agustus. Sedangkan untuk tahap III paling cepat dilakukan pertengahan tahun atau sekitar Juli.
Meski begitu, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi desa-desa agar bisa mendapatkan pencairan dengan skema terbaru. Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, untuk mendapatkan pencairan dana desa tahap I sebesar 40 persen, setiap desa harus mempunyai rencana pengalokasian dan rincian dana desa, serta surat kuasa pemindahan buku dana desa dari kepala desa dan peraturan dana desa.
Lanjutnya, untuk bisa mencairkan 40 persen pada tahap II desa-desa ini harus menyerahkan laporan realisasi penyerahan dan capaian keluaran tahun anggaran 2019 minimal 50 persen.
“Jadi kan cukup waktu sebetulnya. Laporan realisasi penyerahan tahap I minimal 50 persen. Jadi yang 40 persen ini kami minta laporan at least (paling tidak) 50 persen,” ujarnya.
BACA JUGA: Dana Desa untuk Tanggulangi Bencana Terkendala RegulasiUntuk mencairkan dana tahap terakhir sebesar 20 persen, Kementerian Keuangan membutuhkan laporan realisasi penyerapan sampai tahap II minimal 90 persen, dan capaian keluaran minimal hingga 70 persen. Tidak lupa Ani juga meminta adanya laporan mengenai pencegahan stunting atau kondisi kerdil pada anak karena malnutrisi.
Ia menambahkan, untuk desa-desa mandiri dan berkinerja baik pihaknya bahkan mentransfer dana desa langsung dalam jumlah besar yang terbagi menjadi hanya dua tahap, yaitu 60 persen dan 40 persen.
“Enam puluh persen bahkan bisa kita cairkan Januari ini. Asal ada tiga tadi, perkada (peraturan kepala daerah), surat kuasa dan perdes,” papar Sri Mulyani.
Sedangkan untuk tahap kedua, imbuhnya, dana bisa dicairkan pada Juli setelah desa memberikan laporan realisasi capaian tahun sebelumnya, laporan realisasi tahap pertama, dan laporan mengenai stunting.
“Jadi, kalau desa semakin baik, kita memberi keleluasaan lebih banyak kepada desa tersebut,” jelasnya.
Dengan adanya kenaikan dana desa ini, pihaknya juga meningkatkan pengawasan agar dana dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Ia berharap DPD RI juga turut mengawasi penggunaan dana desa ini dengan terjun langsung ke dapil masing-masing.
Dia mencontohkan kementerian seringkali mendapat masukan dari media sosial mengenai penggunaan dana desa yang tidak sesuai. Misalnya, tidak pernah digunakan atau penggunaannya tidak benar.
Your browser doesn’t support HTML5
“Jadi kami juga terus meningkatkan kewaspadaan dari sisi dana desa, asal jangan kenaikan dana desa kemudian menimbulkan banyak sekali feedback yang harus kita sikapi,” paparnya.
Pencairan Dana Kurang Efektif
Meskipun Kementerian Keuangan telah memperbesar skema pencairan dana desa pada tahap awal, DPD RI menilai skema baru tersebut tidak akan memaksimalkan kinerja desa-desa tersebut.
Anggota Komite IV DPD RI dari Sulawesi Barat Ajbar mengatakan akan lebih baik skema pencairan dana desa itu lebih besar pada tahap kedua yaitu 50 persen.
BACA JUGA: Dana Desa, Bumdes dan Angka Kemiskinan“Bahkan saya pernah mengajukan, kalau kelihatannya agak susah kenapa tidak dikuatkan di tengah. Kenapa tidak 30,50,20. Karena kelihatannya hampir semua program, bukan hanya desa, itu maksimal bisa bekerja di tengahnya itu,” ujar Albar.
Ia juga menyoroti belanja pemerintah pusat yang jumlahnya masih lebih besar dibandingkan belanja pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Menurutnya, dengan skema tersebut, daerah-daerah tidak akan bisa maju secara maksimal.
Kemenkeu Setop Dana untuk 56 Desa Fiktif
Dalam kesempatan itu, Ani juga menegaskan, pihaknya sudah menghentikan penyaluran dana desa untuk 56 desa fiktif di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Ia mengatakan penyaluran dana desa tersebut akan dihentikan sampai pihaknya mendapat kejelasan terkait status desa, baik secara hukum maupun substansi fisiknya.
Ani menjelaskan, kasus ini bermula ketika Kabupaten Konawe menetapkan Perda untuk pembentukan 56 desa dalam Perda Nomor 7 Tahun 2011 sebagai perubahan atas Perda Konawe Nomor 2 Tahun 2011. Lima puluh enam desa tersebut kemudian mendapat nomor registrasi dari Kemendagri pada 2016. Desa-desa tersebut mulai mendapat alokasi dana desa pada 2017.
“Penyaluran dana desa sejak tahap ketiga tahun 2018 untuk 4 dari 56 desa tersebut kemudian dihentikan karena dianggap ada permasalahan bidang administrasi, dan dilakukan penyelidikan oleh Polda Sulawesi Tenggara,” jelasnya.
Agar hal serupa tidak terjadi lagi, ia meminta Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta Kementerian Dalam Negeri untuk memperbaiki pangkalan datanya (data base).
“Begitu kami menyampaikan desa fiktif, memang menjadi cerita yang banyak sekali di media. Yang bagus karena banyak masyarakat kemudian banyak mengatakan, 'Bu ada juga di daerah sini ya',” paparnya.
Sri Mulyani menambahkan pihaknya bekerja berdasarkan bukti baik legal maupun fisik bahwa desa tersebut ada. [gi/ka/ft]