PDAM Surya Sembada Kota Surabaya sedang menyelesaikan pengerjaan pemasangan instalasi dan kran air siap minum di salah satu kawasan di Surabaya. Ini merupakan proyek percontohan penyediaan air bersih siap minum di Kota Surabaya, yang langsung bersentuhan dengan masyarakat.
Direktur PDAM Surya Sembada Kota Surabaya, Mujiaman Sukirno mengatakan, akan ada 26 kran air siap minum yang diperuntukkan bagi sekitar 300 rumah tangga, sehingga warga dapat langsung meminum air tanpa harus memasaknya terlebih dahulu.
Your browser doesn’t support HTML5
“Untuk sementara kita siapkan sekitar 300 rumah tangga, 300 rumah tangga ini akan kita maksimalkan sebagai pilot project, sebagai aquarium kira-kira begitu, untuk warga Surabaya, mungkin pelajar, semua akan menyadari bahwa air minum yang kita produksi ini layak untuk diminum.
Setelah dapat, sasaran kita adalah gedung kita di PDAM, kemudian SKPD-SKPD di Pemkot, ini akan kita utamakan. Kalau sudah Walikotanya minum, Insya’a Allah warga juga ikut minum,” ujar Mujiaman Sukirno.
Mujiaman menyadari tantangan berat yang dihadapi dalam menyediakan air bersih untuk warga Surabaya, karena tingginya pencemaran yang terjadi di Sungai Surabaya sebagai penyedia air baku PDAM. Pihaknya terus berupaya menyediakan air bersih yang sesuai standar kualitas baku air minum, yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan.
Selain itu Mujiaman juga berencana mengajukan usulan pembangunan tendon air skala kota, yang berfungsi untuk menampung air hujan sebagai air baku alternatif PDAM Kota Surabaya.
“Kita sudah mulai memikirkan alternatif sumber air, air hujan terutama. Kita sangat berlimpah air hujan ini. Kita punya fasilitas seperti gorong-gorong yang besar itu bagaimana kita manfaatkan nanti. Mungkin jalan di Kota Surabaya ini, tengahnya kita akan kita buat tendon air hujan, misalnya demikian. Ini perlu dan mendesak,” imbuh Mujiaman Sukirno.
Sementara itu aktivis lingkungan dari Indonesia Water Community of Practice (Indo Water CoP), Riska Darmawanti mengatakan, air bersih warga Kota Surabaya yang diperoleh dari PDAM, selama ini terancam oleh senyawa plastik dan bahan kimia berbahaya lainnya, terutama yang mengganggu perkembangan hormon. Untuk itu, pemerintah dan PDAM harus memperhatikan persoalan pencemaran sungai yang sangat serius, dan mencarikan solusi normalisasi sungai dari dampak pencemaran.
Riska menambahkan, selama ini pemerintah atau lembaga yang berwenang terhadap sungai belum pernah melakukan pengukuran tingkat pencemaran di Kali Surabaya dan Kali Mas. Sementara, masyarakat belum pernah mendapat informasi yang sesungguhnya, terkait ancaman pencemaran yang ada di sungai. Untuk itu diperlukan laboratorium yang mampu menguji dan mengukur kadar pencemaran di sungai, terutama dari senyawa-senyawa beracun seperti plastik, deterjen dan pestisida.
“Tidak ada laboratorium di Indonesia yang bisa mengukur, itu yang menjadi masalah. Laboratorium kita tidak siap mengukur senyawa-senyawa beracun yang di dalam air itu. Jadi kenapa kok penting kita punya laboratorium yang baik dengan staf yang mempunyai skill yang baik, karena senyawa kimia yang masuk ke dalam sungai itu sudah beragam, tetapi laboratorium kita mampunya ya itu, BOD (biochemical oxygen demand), COD (chemical oxygen demand), TDS (total dissolved solids), logam berat, nah padahal plastik ini juga menjadi masalah penting, tapi tidak terakomodasi,” jelas Riska Darmawanti.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Surabaya, Musdiq Ali Suhudi mengatakan, selama ini pencemaran pada Sungai Surabaya banyak dilakukan oleh rumah tangga dan industri. Bahkan, penyumbang pencemaran sungai juga banyak dilakukan oleh warga dari luar Surabaya, yang wilayahnya berada di hulu sungai.
Musdiq menegaskan perlunya kerjasama penanganan pencemaran air sungai, bersama pemerintah daerah yang wilayahnya dilalui Sungai Surabaya, seperti Kabupaten Sidoarjo, Gresik, serta Kota dan Kabupaten Mojokerto.
“Kita memang harus kerjasama dengan kota atau kabupaten lain, karena tidak mungkin untuk menurunkan (kadar pencemaran) ini hanya dari Kota Surabaya saja. Selama kabupaten yang lain tetap tidak mengubah itu, ya berat di kita. Jadi yang harus dilakukan adalah nanti kerjasama dengan itu (kabupaten/kota), dan sebenarnya sudah ada MoU oleh provinsi juga sebenarnya, cuma mungkin efektivitasnya mungkin yang belum.” [pr/uh]