Survei nasional oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) menemukan bahwa mayoritas publik setuju dengan program vaksinasi COVID-19, namun masih banyak yang menyatakan tidak bersedia divaksin dengan berbagai alasan.
Survei itu dilaksanakan pada 20 hingga 25 Juni 2021 dengan melibatkan 1.200 responden dari 34 provinsi di Indonesia dengan toleransi kesalahan sekitar kurang lebih 2,88 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
“Yang mengaku belum divaksin lebih dari 80 persen. Ini yang menarik dari yang 80 persen ini, masih banyak yang tidak bersedia untuk divaksin, masih 36 persenan,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan dalam Rilis Temuan Survei Sikap Publik Terhadap Vaksin dan Program Vaksin Pemerintah, Minggu (18/7).
Dijelaskannya, alasan mereka yang tidak mau divaksin sebagian besar adalah karena takut efek samping vaksin (55,5 persen). Alasan lainnya adalah karena menganggap vaksin itu tidak efektif (25,4 persen) atau merasa badannya sehat-sehat saja jadi tidak perlu divaksin (19,0 persen).
“Itu tiga alasan terbesar, di luar itu ada yang mempersoalkan meragukan kehalalannya kemudian ada yang merasa takut akan membayar untuk memperoleh vaksin itu” sambung Djayadi Hanan.
Survei itu juga mengungkap pandangan responden (68,6 persen) yang mayoritas percaya bahwa vaksin dapat mencegah tertular virus corona. Meskipun demikian masih terdapat 23,5 persen yang tidak percaya vaksin mampu mencegah penularan. Ketidakpercayaan responden terhadap efektivitas vaksin cukup tinggi di wilayah Sumatera, Jawa Timur dan Sulawesi.
Tingkat kepercayaan terhadap perlunya vaksin untuk mencegah penularan cukup tinggi di wilayah yang sedang menjalani Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Di sisi yang lain, survei LSI juga mengungkap sebanyak 70,9 persen responden merasa sangat besar kemungkinan kehidupannya menjadi lebih buruk karena pengaruh ekonomi wabah COVID-19. Mayoritas responden dalam survei itu merasa virus corona sangat mengancam ekonomi dan kesehatan warga Indonesia.
Peningkatan Kasus Pengaruhi Kesediaan Warga Divaksin
Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, menyebut survei LSI itu selaras dengan situasi yang ditemui di lapangan. Survei yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor pada tahun 2020 menemukan ada sekitar 19 persen warga kota Bogor yang tidak percaya adanya COVID-19, sedangkan 50 persen warga ragu-ragu.
“ Ini juga selaras ya, dulu jangankan bicara vaksin, bicara COVID saja orang tidak percaya, jadi bayangkan ya bagaimana kami di lapangan berhadapan dengan mayoritas warga yang tidak percaya COVID. Nah hari ini karena kondisinya memburuk, lingkaran yang terpapar COVID, semakin dekat maka orang dibuat percaya” papar Bima Arya.
Menurutnya saat ini warga antusias untuk mendapatkan vaksinasi. Upaya edukasi terus dilakukan dengan memperlihatkan fakta dan data bahwa kasus warga yang meninggal saat isolasi mandiri (isoman), sebagian besar belum divaksin. Wali Kota Bogor itu tidak merinci detail warga yang meninggal saat isolasi mandiri.
BACA JUGA: Keraguan Atas Kemanjuran Vaksin, Hambat Upaya Mendorong Laju Vaksinasi“Jadi data inilah yang kami sebarkan ke mana, data-data seperti ini, bahwa jika anda ingin selamat ya silahkan segera divaksin. Vaksin itu aman dan sekarang berbondong-bondong orang mengikuti vaksin,” kata Bima Arya. Menurutnya saat ini target vaksinasi di Kota Bogor sudah mencapai hampir 27 persen dari target 819.454.
COVID19.go.id melaporkan hingga 18 Juli 2021 dari 208,2 juta target sasaran vaksinasi nasional, sebanyak 41,6 juta orang telah mendapatkan vaksinasi ke 1 dan 16,2 juta orang telah mendapatkan vaksinasi kedua.
Menurut WHO, efek samping vaksin COVID-19 yang dilaporkan sebagian besar berupa gejala ringan hingga sedang dan berlangsung dalam waktu yang singkat. Efek sampingnya meliputi: demam, keletihan, sakit kepala, nyeri otot, panas dingin, diare dan nyeri pada bagian yang disuntik.
Kemungkinan munculnya efek samping di atas setelah vaksinasi berbeda sesuai jenis vaksin COVID-19.
Efek samping vaksin dengan gejala yang lebih serius dan berlangsung lama mungkin dapat terjadi, tetapi kasus tersebut sangatlah langka. Vaksin terus menerus dipantau untuk mendeteksi efek samping yang jarang terjadi. [yl/ab/em]