Pemimpin oposisi Burma Aung San Suu Kyi hari Kamis (6/6) di Naypyitaw mengatakan ia ingin menjadi presiden Burma berikutnya pada tahun 2015.
Pemimpin oposisi Burma Aung San Suu Kyi menyatakan ia ingin menjadi presiden berikutnya di Burma pada tahun 2015, sewaktu pemilu nasional direncanakan sebagai bagian dari proses transisi yang tengah berlangsung setelah pemerintahan militer selama puluhan tahun.
Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian itu berbicara kepada para delegasi yang menghadiri pertemuan Forum Ekonomi Dunia hari Kamis di ibukota administratif Burma, Naypyitaw. Ini merupakan pernyataan paling terang-terangan mengenai ambisi politiknya sejauh ini.
Pemerintah militer Burma yang lama berkuasa menyerahkan kekuasaannya pada tahun 2011, memunculkan pemerintahan sipil yang memungkinkan Aung San Suu Kyi dan para anggota partainya, Liga Nasional bagi Demokrasi, meraih kursi di parlemen pada pemilu sela tahun 2012. Ia sebelumnya menjalani tahanan rumah selama 15 tahun di bawah pemerintahan militer.
Tetapi, konstitusi yang dirancang militer praktis mendiskualifikasinya dari jabatan presiden karena ketentuan bahwa siapapun yang menduduki jabatan itu tidak boleh memiliki pasangan atau anak-anak berkewarganegaraan asing. Dua anak Aung San Suu Kyi bersama mendiang suaminya, Michael Aris, berkebangsaan Inggris. Konstitusi juga menetapkan presiden memiliki pengalaman militer, yang tidak dimiliki pemimpin oposisi itu.
Sewaktu berbicara kepada wartawan pada forum itu, Aung San Suu Kyi mengatakan amendemen terhadap pasal-pasal penting dalam konstitusi memerlukan persetujuan dari 75 persen lebih anggota di kedua majelis parlemen, di mana seperempat anggotanya adalah wakil-wakil militer yang tidak dipilih. Ia mengatakan amendemen itu kemudian harus disetujui dalam referendum oleh lebih dari 50 persen pemilih.
Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian itu berbicara kepada para delegasi yang menghadiri pertemuan Forum Ekonomi Dunia hari Kamis di ibukota administratif Burma, Naypyitaw. Ini merupakan pernyataan paling terang-terangan mengenai ambisi politiknya sejauh ini.
Pemerintah militer Burma yang lama berkuasa menyerahkan kekuasaannya pada tahun 2011, memunculkan pemerintahan sipil yang memungkinkan Aung San Suu Kyi dan para anggota partainya, Liga Nasional bagi Demokrasi, meraih kursi di parlemen pada pemilu sela tahun 2012. Ia sebelumnya menjalani tahanan rumah selama 15 tahun di bawah pemerintahan militer.
Tetapi, konstitusi yang dirancang militer praktis mendiskualifikasinya dari jabatan presiden karena ketentuan bahwa siapapun yang menduduki jabatan itu tidak boleh memiliki pasangan atau anak-anak berkewarganegaraan asing. Dua anak Aung San Suu Kyi bersama mendiang suaminya, Michael Aris, berkebangsaan Inggris. Konstitusi juga menetapkan presiden memiliki pengalaman militer, yang tidak dimiliki pemimpin oposisi itu.
Sewaktu berbicara kepada wartawan pada forum itu, Aung San Suu Kyi mengatakan amendemen terhadap pasal-pasal penting dalam konstitusi memerlukan persetujuan dari 75 persen lebih anggota di kedua majelis parlemen, di mana seperempat anggotanya adalah wakil-wakil militer yang tidak dipilih. Ia mengatakan amendemen itu kemudian harus disetujui dalam referendum oleh lebih dari 50 persen pemilih.