Langkah Taliban mencegah media lokal menyiarkan siaran kantor berita internasional, termasuk Voice of America (VOA), memicu kecaman internasional.
Anggota Kongres AS dan kelompok-kelompok HAM mengutuk keputusan tersebut. Mereka menyebut larangan terhadap media dan pemblokiran akses pendidikan anak-anak perempuan menunjukkan bahwa Taliban membawa Afghanistan ke “arah yang salah.”
Pada hari Minggu (27/3), Taliban memerintahkan stasiun siaran lokal untuk berhenti menyiarkan program berita yang diproduksi VOA, BBC (dari Inggris) dan media Jerman Deutsche Welle.
BACA JUGA: Taliban Larang Tayangan VOA, BBC News Tampil di AfghanistanJuru bicara Taliban hari Senin (28/3) membela keputusan pelarangan itu kepada sejumlah media setempat dengan mengatakan, “Kami tidak punya kendali atas konten tersebut.”
Sang juru bicara, Enamullah Samangani, mengatakan bahwa media asing tidak mematuhi hukum Taliban. “Pemandu acara mereka mengenakan pakaian yang bertentangan dengan pedoman Islam dan terkadang mereka menyiarkan program yang bertentangan dengan kepentingan dan keamanan nasional kita,” ungkapnya kepada 1TV.
Perintah melarang media lokal menyiarkan konten berita asing dikeluarkan sepekan setelah Taliban menahan setidaknya tujuh wartawan yang menentang larangan siaran hiburan, atau mereka yang melaporkan bahwa Taliban menolak akses pendidikan bagi anak perempuan.
Pekan lalu Taliban menarik kembali pengumuman bahwa sekolah menengah atas akan kembali dibuka bagi anak-anak perempuan, dengan alasan ditunda hingga perencanaan pembukaan kembali sekolah yang sesuai dengan hukum Islam dibuat.
BACA JUGA: Taliban Hanya Bolehkan Perempuan Sekolah Hingga Tamat SDMichael McCaul, anggota Partai Republik dari Komite Urusan Luar Negeri DPR AS, mengatakan bahwa larangan media itu tidak terduga.
“Sensor media oleh Taliban memang mengerikan, tapi sayangnya tidak mengejutkan,” kata McCaul kepada VOA hari Senin (28/3).
“Kita kembali melihat Taliban yang sesungguhnya. AS harus terus mendukung media independen untuk melawan penindasan media dan pelanggaran HAM oleh Taliban,” tambahnya.
Departemen Luar Negeri AS pada hari Senin (28/3) mengeluarkan sebuah pernyataan yang mengutuk larangan media dan keputusan untuk menolak akses pendidikan bagi anak-anak perempuan Afghanistan.
“Masing-masing tindakan ini saja sudah mengkhawatirkan, apalagi digabungkan. Kedua tindakan itu memperjelas bahwa Taliban tidak memenuhi komitmen penting yang mereka buat kepada rakyat Afghanistan dan masyarakat dunia,” bunyi pernyataan itu.
Pendidikan dan kebebasan berekspresi merupakan hak asasi manusia yang melekat pada setiap individu di Afghanistan. Itu semua bukan nilai Barat atau pengakuan terhadap komunitas internasional; itu semua adalah hak asasi manusia dan penting bagi masyarakat Afghanistan yang damai dan sejahtera, yang diklaim diinginkan Taliban.”
Komitmen Siaran
VOA dan media penyiaran lain yang terkena dampak larangan media telah meminta Taliban mengubah keputusannya.
“Pelarangan konten yang coba diterapkan Taliban bertentangan dengan kebebasan berekspresi yang layak didapat masyarakat Afghanistan,” kata Pelaksana Tugas Direktur VOA Yolanda Lόpez.
VOA memproduksi program berita berdurasi 30 menit dalam bahasa Pashto dan Dari, dia bahasa utama yang digunakan di Afghanistan, lima hari seminggu bagi mitranya di Afghanistan, TOLO news dan Shamshad TV.
“Meskipun kami kecewa dan sedih dengan perintah Taliban terhadap mitra TV afiliasi kami di negara itu, komitmen kami untuk memberikan informasi factual kepada rakyat Afghanistan adalah komitmen yang akan dilanjutkan oleh Voice of America,” tambah Lόpez.
VOA terus mengudara melalui satelit, radio, internet dan media sosial.
Peter Limbourg, direktur jenderal penyiaran publik Jerman DW, juga mengutuk tindakan itu.
“Fakta bahwa Taliban sekarang mengkriminalisasi distribusi program DW oleh mitra media kami menghambat perkembangan positif di Afghanistan,” kata Limbourg dalam sebuah pernyataan.
“Media yang bebas sangat penting dalam hal ini, dan kami akan melakukan apapun yang kami bisa untuk terus memberikan informasi independen melalui internet dan media sosial kepada warga Afghanistan,” tambahnya.
BBC mengatakan hari Minggu (27/3) bahwa siaran beritanya yang dibagikan mitra Afghanistan dalam bahasa Pashto, Uzbekistan dan Persia telah dihentikan.
“Ini adalah perkembangan yang mengkhawatirkan di saat-saat yang penuh ketidakpastian dan turbulensi bagi warga Afghanistan,” kata Tarik Kafala, kepada bahasa di BBC World Service, dalam sebuah pernyataan.
Ketika mereka mengambil alih kekuasaan pada Agustus 2021, Taliban mengatakan akan menghormati kebebasan media.
BACA JUGA: DK Keamanan PBB Minta Taliban Izinkan Anak Perempuan BersekolahAkan tetapi kelompok-kelompok hak media internasional mengatakan tindakan mereka sejak saat itu telah mengingkari janji yang mereka buat, dengan mengeluarkan pedoman media yang membatasi dan menahan para wartawan.
“Meski awalnya berjanji menghormati kebebasan pers, Taliban justru melakukan sebaliknya,” kata Amy Brouillette, direktur advokasi International Press Institute di Wina.
“Rezim ini malah berusaha mengendalikan pers dan membungkam media melalui campuran undang-undang yang membatasi – termasuk persyaratan mengenai konten agama dan larangan berita dan film asing – serta melalui penangkapan sewenang-wenang, penahanan, penyerangan, dan bentuk-bentuk intimidasi dan kekerasan lainnya.” [rd/jm]