Tanpa Haji & Umrah, Mutawif Indonesia Kehilangan Penghasilan

  • Karlina Amkas

Pemerintah Saudi membatasi kunjungan ke kota suci Mekkah sejak merebaknya pandemi Covid-19 (foto: ilustrasi).

Pemerintah Arab Saudi Selasa lalu mengumumkan, ritual ibadah haji akan dimulai 29 Juli. Jumlah jemaah haji tahun ini kurang dari 0,5 persen dari jumlah biasanya. Pemerintah Indonesia sudah memutuskan tidak mengirim jemaah.

Pandemi virus corona memaksa pemerintah Arab Saudi hanya akan mengizinkan sekitar 1000 jemaah. Dari jumlah itu, 300 untuk warga Saudi, dan 700 sisanya dibagi untuk orang asing dari 160 negara yang bermukim di sana.

Berbagai media melaporkan, jumlah yang diizinkan beribadah haji, naik menjadi 10 ribu. Jumlah itu tetap sangat kecil daripada jumlah biasanya, sekitar 2,5 juta.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendukung keputusan Arab Saudi, membatasi secara ketat jumlah jemaah haji. Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, "Kami memahami bahwa ini bukan keputusan yang mudah. Dan kami juga memahami ini adalah kekecewaan besar bagi banyak Muslim yang sangat menginginkan beribadah haji tahun ini. Ini adalah contoh lain dari pilihan sulit yang harus diambil semua negara demi mengutamakan kesehatan."

Para jamaah Haji pada musim Haji, bulan Agustus tahun 2019 lalu (foto: ilustrasi).

Sedih dan tertekan dirasakan warga Indonesia di Saudi. Pasalnya, sebelum mengumumkan pembatasan jumlah jemaah haji, Saudi meniadakan umrah sejak Maret. Dan akhir Juni lalu, pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Singapura mengumumkan tidak mengirim jemaah haji tahun ini.

Warga Indonesia umumnya menjadi mutawif, pelayan jemaah, khususnya orang-orang Melayu.

BACA JUGA: Arab Saudi Rilis Pedoman Baru Ibadah Haji

Jazuli Saefudin sudah 17 tahun tinggal di Mekah dengan mengandalkan hidup sebagai tenaga lepas pada biro-biro perjalanan haji dan umrah. Sebelum pandemi, Jazuli mengaku bisa bekerja, mendampingi tamu-tamu Allah. Ia dan keluarga juga bebas bepergian.

“Di tengah pandemi ini, kesulitan yang saya dan keluarga saya rasakan, tidak bisa kemana-mana. Saya tidak bisa bekerja dan tidak bisa mendapat uang,” tutur Jazuli.

Pada musim Haji banyak menjadi warga Indonesia menjadi mutawif, pelayan jemaah, khususnya orang-orang Melayu (foto: ilustrasi).

Seperti umumnya orang-orang Indonesia di Saudi, setiap musim haji, Jazuli menjual jasa sebagai pengganti jemaah. Ia mengerjakan apa yang disebut badal haji untuk orang lain yang tidak mampu melakukannya karena sakit, uzur, atau kematian.

“Mukimin Indonesia yang ada di Saudi ini, setiap tahun tidak melewatkan kesempatan untuk mengerjakan haji meskipun hajinya bukan untuk sendiri,” imbuhnya.

Jazuli dan mukimin lain berharap berkesempatan melakukan haji badal tahun ini. Sampai kesempatan itu datang. “Ya mereka akan menghabiskan sisa-sisa yang sudah mereka simpan sebelum adanya corona ini.”

Your browser doesn’t support HTML5

Tanpa Haji & Umrah, Mutawif Indonesia Kehilangan Penghasilan


Menunggu kesempatan membuat Abdul Daim Tholaat bertahan di Tanah Suci sejak Maret seusai mendampingi jemaah Indonesia beribadah umrah. Setiap bulan, biasanya dua atau tiga kali ia menjadi mutawif jemaah Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei. Tanpa umrah dan haji, ia menganggur.

“Yah kami cuma bisa di rumah saja, bersabar saja, menunggu sampai tiket (dengan harga) normal ada, baru kita pulang. Kita banyak-banyak berdoa mudah-mudahan Allah angkat segera musibah ini,” kata Abdul.

Ini pertama kali ibadah haji tertutup bagi orang dari luar Saudi. Menteri Haji Saudi Muhammad Benten mengatakan pembatasan jumlah jemaah perlu guna menerapkan jarak fisik dan memudahkan pengendalian massa jemaah semasa pandemi. Arab Saudi sejauh ini mencatat lebih dari 250 ribu kasus virus corona.[ka/jm]