Tarian Haka, Penghormatan untuk Korban Teror Selandia Baru

Seorang pria Muslim (kanan) dan seorang warga lokal Selandia Baru melakukan 'hongi', tradisi menyapa dengan menyentuh hidung setelah warga muslim salat di depan Masjid Al Noor dilindungi oleh warga lain, setelah penembakan di masjid tersebut lima hari sebelumnya, 20 Maret 2019.

Warga Selandia Baru berkumpul untuk memukul dada, menghentak-hentakan kaki dan menjulurkan lidah mereka. Mereka dengan spontan menggelar pertunjukkan tarian perang Haka untuk menunjukkan solidaritas kepada komunitas Muslim yang terpukul oleh penembakan massal di Christchurch.

Warga Selandia Baru, atau dijuluki “Kiwi”, dari berbagai latar belakang mulai dari pengendara motor bertato hingga eksekutif bisnis, anak-anak dan orangtua, berkumpul. Mereka melakukan tarian seremonial yang dimulai dengan nyanyian-nyanyian bernada garang dengan lirik yang jika diterjemahkan kira-kira berarti “Saya Hidup! Saya Mati!”.

Saat negara itu berjuang untuk memahami tragedi mengerikan yang terjadi, tak terhindarkan lagi bahwa Haka akan ditarikan oleh banyak orang – tarian yang berasal dari suku Maori asli yang kini menjadi simbol global yang digunakan oleh tim rugby nasional Selandia Baru, All Blacks.

Ritual agresif dan tampak seperti pertunjukkan drama mungkin tidak cocok dengan suasana suram yang meliputi negara itu setelah Brenton Tarrant, seorang warga Australia berusia 28 tahun yang mengaku pendukung supremasi kulit putih, menembak setidaknya 50 Muslim selama salat Jumat pada Jumat (15/3) pekan lalu.

Tujuan Haka tidak hanya untuk mengintimidasi, tetapi juga untuk menunjukkan perkabungan, memadukan permusuhan dan keindahan menjadi curahan emosional sebenarnya, kata seorang profesor Maori di Universitas Waikato, Te Kahautu Maxwell.

warga menarikan Haka di depan Masjid Al Noor sebagai penghormatan untuk para korban penembakan massal di Christchurch lima hari sebelumnya, 20 Maret 2019.

“Haka digunakan untuk memperingati kematian dan perkabungan. Itu adalah bagian integral dari proses berkabung di Maori. Haka digunakan untuk menunjukkan cinta dan kasih sayang. Haka digunakan untuk mengangkat semangat keluarga yang berduka,” kata Maxwell.

Dengan mata yang melotot ketika meneriakan seruan-seruan garang ritual tersebut itu, salah satu anggota geng motor kriminal terbesar di Selandia Baru bergabung dengan anak-anak setempat. Melalui Haka, mereka meluapkan emosi yang ditujukkan bagi kerabat korban yang berkumpul di dekat Rumah Sakit Christchurch pada pekan ini.

Karunia Tuhan

Berbagai pertunjukan Haka lainnya juga bermunculan di seluruh Christchurch dan di tempat lain di negara itu. Bahkan sampai ke Australia, dimana komunitas besar penduduk Selandia Baru tinggal.

Haka membangkitkan emosi yang kuat dalam diri seorang korban selamat serangan tersebut, Kawthar Abulaban.

BACA JUGA: Meski Istri Tewas, Penyintas Penembakan Selandia Baru Maafkan Pelaku

Dia berada di Masjid Al Noor ketika penembakan itu terjadi. Beruntung dia bisa melarikan diri melalui pintu belakang.

Sejak hari itu, dia telah berulang kali menonton video pertunjukan Haka yang dipentaskan sebagai respon terhadap pembantaian yang terjadi.

“Karena kamu bisa merasakannya ketika kamu melihat mereka. Kamu merasakannya, itu akan menyentuh hatimu. Setiap kali saya melihatnya, saya menangis, itu sangat berarti,” katanya.

Menurut legenda Maori, Haka bermula pada awal masa sebagai hadiah dari Tanerore, putra Tama-nuira yang dikenal sebagai dewa matahari.

“Sama seperti cahaya panas berkilau pada hari di musim panas, di Haka seluruh tubuh akan bergetar dari mahkota di atas kepala hingga ke telapak kaki seseorang,” kata Maxwell, mencoba menggambarkan makna yang dimaksudkan di balik tarian itu.

Anggota geng motor menarikan Haka untuk menghormati korban penembakan massal di dua masjid di Christchurch, 20 Maret 2019.

Lisa Tumahai yang mengepalai Ngai Tahu, suku utama Maori iwi di pulau selatan Selandia Baru, mengatakan bahwa itu adalah reaksi alami orang Selandia Baru yang ingin menunjukkan dukungan kepada saudara Muslim mereka.

“Tidak peduli seberapa marah atau takutnya perasaan kami saat ini, kami harus bersatu sebagai satu komunitas yang kuat untuk menunjukkan perhatian dan kasih sayang bagi mereka yang menjadikan ‘Aotearoa’ rumah mereka dan yang sekarang telah kehilangan orang-orang terkasih,” katanya.

Aotearoa atau “tanah awan putih yang panjang” adalah nama Maori untuk Selandia Baru.

‘Kita telah diserang’

Sebagai bentuk solidaritas pada Selasa (19/3), pemerintah Selandia Baru mengundang seorang imam Muslim untuk membuka sesi parlemen dengan mengucapkan “Bismillah.”

BACA JUGA: Trump Kecam Media yang Kaitkan Dirinya dengan Pembantaian Selandia Baru

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern melanjutkan dengan mengatakan “Wa alaikum salaam wa rahmatullahi wa barakatuh” – “Semoga damai, rahmat, dan berkat Allah menyertai anda juga.”

Sekolah, suku Maori dan tim olahraga masing-masing memiliki tarian Haka nya sendiri, dan versi yang dilakukan oleh All Blacks disebut “Ka mate, Ka mate”. Haka itu bercerita tentang seorang prajurit abad ke-19, Te Rauparaha, yang bersembunyi di lubang penyimpanan makanan untuk melarikan diri dari musuh-musuhnya.

Nyanyian pembuka hidup dan mati itu mencerminkan Te Rauparaha yang merenungkan nasibnya.

Maxwell mengatakan bahwa Haka mencerminkan kesedihan yang luar biasa setelah aksi pembantaian itu, ketika orang Selandia Baru bergulat dengan “fakta bahwa kami telah diserang dan tindakan mengerikan ini telah dilakukan di tanah kami.”

Maxwell menambahkan bahwa ketika para korban Muslim diserang minggu lalu, “Anda dapat membayangkan mereka berpikir ‘Apakah saya akan hidup? Apakah saya akan mati?”. [er/ft]