Tekan Arus Urbanisasi, Jakarta Perketat Aturan bagi Pendatang Baru

  • Budi Nahaba

Data Dinas Sosial DKI menyebutkan lebih 60 ribu jiwa warga ibukota merupakan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Para pakar mengatakan, peningkatan pembangunan dan terbukanya peluang kerja di daerah mampu menghambat arus urbanisasi ke ibukota.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan di Jakarta (3/9), pihaknya dalam kurun empat tahun terakhir cukup berhasil menekan arus urbanisasi di ibukota, terutama saat arus balik lebaran. Menurutnya, keberhasilan tersebut, di antaranya karena dukungan dan kerja sama dengan pemerintah daerah, tingginya kesadaran masyarakat, dan besarnya peran aparat Pemprov DKI dalam menginformasikan tentang syarat kependudukan bagi pendatang baru di ibukota.

Fauzi Bowo mengatakan, “Kita sebarluaskan peraturan kependudukan Provinsi DKI Jakarta. Bagi mereka yang ingin tinggal di Jakarta silahkan, memenuhi ketentuan peraturan tersebut. Kita juga sudah berkomunikasi dengan daerah-daerah yang (warganya) banyak migrasi masuk ke Jakarta untuk disosialisasikan.”

Gubernur menambahkan, pihaknya akan memulangkan ke daerah asal, para pendatang baru, termasuk selama arus balik lebaran tahun ini, yang dinilai tidak mampu memenuhi syarat dan aturan kependudukan di ibukota.
“Bagi mereka yang tidak memenuhi persyaratan dengan segala hormat nanti pada saat Operasi Yustisi Kependudukan (OYK), tentu kita akan tertibkan dan kita akan kembalikan ke kampung halamannya,” ujar Fauzi Bowo.

Pemprov DKI, sedikitnya menetapkan empat syarat yang harus dipenuhi para pendatang baru agar terhindar dari Operasi Yustisi Kependudukan di Jakarta. Antara lain, memiliki surat pindah dari daerah asal, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) dari kota asal, surat jaminan kerja, serta Jaminan rumah atau tempat tinggal di Jakarta.

Walau Gubernur DKI belum memastikan kapan operasi yustisi kependudukan digelar di ibukota. Namun dari pantauan VOA, di beberapa wilayah petugas Pemprov DKI tetap gencar menggelar razia-razia, terhadap warga ibukota yang dinilai sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

VOA mencatat ada ratusan warga yang di razia dari berbagai wilayah, terutama di wilayah Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan Jakarta Timur.

Radiah, perempuan berusia sekitar 70 tahun , ia dirazia petugas di sekitar kawasan Jakarta Timur, tak jauh dari rumahnya.

Radiah mengatakan, “Pengen nangis aja, yang namanya belum pernah ngalami (dirazia), kalau lebaran biasanya ya di rumah di situ, di Kelender (Jakarta Timur). Terus ketangkapnya di jalan yang jurusan mau ke Pondok Kelapa. Namanya mau lebaran, barangkali ada yang bagi amplop.”

Data Dinas Sosial DKI menyebutkan lebih 60 ribu jiwa warga ibukota merupakan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS).

Sebelumnya para aktivis pro-demokrasi dari jaringan warga miskin kota, Urban Poor Consortium (UPC), Jakarta mengatakan, mereka menolak cara-cara dan praktik merazia warga yang dilakukan petugas Pemprov DKI. Kalangan aktivis mencatat, pekerja seks komersial (PSK), anak jalanan, pengemis, pengamen serta para pedagang asongan sering menjadi sasaran razia petugas.

Pakar memperkirakan dalam lima tahun terakhir, dari sekitar satu juta orang pendatang, yang menetap dan tinggal di Jakarta, lebih dari separuhnya merupakan tenaga kerja produktif dan profesional.