Tepiskan Kekhawatiran, Muslim AS Beritikaf di Masjid

  • Karlina Amkas

Khasanudin (kedua dari kiri) saat beritikaf di masjid Imaam Center.

Pada 10 hari terakhir Ramadan, Muslim meningkatkan ibadah dan semakin banyak yang datang ke masjid, walaupun tetap ada kekhawatiran akan pandemi. Sebagian kecil masjid di kawasan Washington, DC, misalnya Imaam Center, membuka pintu bagi jemaah yang hendak beritikaf.

Seperti umumnya Muslim di bagian-bagian lain dunia, Muslim di Amerika meningkatkan ibadah pada 10 hari terakhir Ramadan. Mereka semakin banyak yang memutuskan datang ke masjid dan menepiskan kekhawatiran akan pandemi virus corona. Sebagian bahkan memilih tinggal sementara di masjid, praktik yang disebut itikaf.

Alhamdulillah tahun ini kita bisa Ramadan di Imaam (center). Tahun lalu, Ramadan di rumah saja. Ramadan mandiri. Saya awal-awal tidak menyangka (bisa itikaf di masjid). Ternyata di Amerika juga banyak teman-teman yang saleh,” ujar Khasanudin, seorang jemaah di Imaam Center.

Ini adalah Ramadan kedua bagi Khasanudin. Ia tiba ke Amerika ketika pandemi merebak sehingga tempat ibadah di Amerika ditutup, termasuk Imaam Center, masjid komunitas Indonesia di area Washington DC. Walaupun masih pandemi, ia bersyukur untuk Ramadan kali ini masjid dibuka kembali, dengan jumlah jemaah terbatas, sekitar 50 persen dari kapasitas.

Tidak mau kehilangan kesempatan beribadah, Khasanudin setiap hari berbuka puasa dan tarawih di Imaam Center. Ketika akhirnya Imaam Center memutuskan membuka pintu untuk itikaf, ia pun langsung melakukannya.

“Kita juga sudah rindu untuk beritikaf,” ujarnya.

Khasanudin bersyukur bisa beritikaf. Ia bertekad menamatkan bacaan Qurannya. “Insya Allah khatam,” cetusnya.

BACA JUGA: Berpuasa di Alaska, Warga Muslim Indonesia Ikuti Waktu Makkah

Masjid lain, Islamic Community Center of Laurel, juga memberi kesempatan kepada Muslim untuk beritikaf tetapi, mengingat pandemi, terbatas pada jemaah yang rutin beribadah di sana. Itu pun dengan keharusan mengisi formulir dan menyerahkan foto kopi KTP atau SIM. Tidak hanya itu, jemaah harus berusia di atas 16 tahun dan menunjukkan hasil tes negatif virus corona yang dilakukan dalam lima hari sebelum itikaf, dan tiga hari karantina mandiri.

Imaam Center tidak menerapkan peraturan itu tetapi diharapkan jemaah sudah divaksinasi dan tidak sedang sakit. Kesadaran jemaah sangat diharapkan supaya masjid tidak menjadi tempat penularan virus corona dan bisa terus beroperasi.

Manajemen Imaam Center memfasilitasi itikaf yang berbeda dari biasanya. Sebelum pandemi, jemaah boleh berdiam di masjid selepas tarawih, bahkan mendapat makan sahur gratis. Tahun ini, jemaah tidak diizinkan bermalam. Pintu masjid baru dibuka pada pukul 3 pagi. Jumlah orang yang beritikaf dibatasi. Sejak dimulai 3 Mei, rata-rata 20 orang beritikaf di Imaam Center. Mereka tetap semangat datang walaupun masjid tidak menyediakan sahur.

Sasana tarawih di masjid Imaam Center. Semula tarawih tidak dibuka untuk perempuan karena pembatasan kapasitas.

Umat Islam percaya, di antara malam-malam ganjil pada 10 hari terakhir Ramadan adalah lailatulkadar di mana Allah menurunkan ribuan malaikat, termasuk malaikat Jibril. Muslim akan intens beribadah agar doa mereka dikabulkan Allah.

Sofiyani Suaib setiap tahun beritikaf di Imaam Center. Ia merasa kehilangan ketika masjid ditutup tahun lalu untuk semua kegiatan karena pandemi. Karenanya, ia sangat antusias ketika Imaam Center tahun ini kembali memfasilitasi itikaf.

“Dengan itikaf, saya merasa puasanya tambah komplet ibaratnya. Dalam 10 hari terakhir Ramadan itu kan memang ada itikaf ya… Siapa tahu kita bisa mendapat lailatulkadar. Ya, itu yang dikejar,” tutur Sofi.

Your browser doesn’t support HTML5

Tepiskan Kekhawatiran, Muslim AS Beritikaf di Masjid


Muhammad Syawal Mubarak atau Daeng Syawal baru pertama kali datang ke Amerika. Ia diundang khusus untuk menjadi imam tarawih dalam Ramadan tahun ini di Imaam Center. Ia mengaku kaget dan terharu menyaksikan antusiasme Muslim di Amerika untuk menjalankan ibadah, terutama itikaf dalam 10 hari terakhir Ramadan.

Sofiyani Suaib (paling kanan) bersama sebagian jemaah tarawih di Imaam Center. Di tengah adalah Muhammad Syawal Mubarak, imam tarawih tahun ini.

“Kecintaan dan ghirahnya itu luar biasa. Saya khawatirnya lebih tinggi ghirahnya orang di Amerika daripada di Indonesia. Tapi di sini luar biasa, sangat antusias sekali untuk mengejar lailatulkadar untuk menghabiskan waktunya di 10 hari terakhir untuk meraih rida Allah. Saya sangat senang. Jangan sampai saya kalah dari mereka. Jadi, saya sangat terpacu juga oleh teman-teman di Imaam Center. Alhamdulillah,” kata Syawal.

Rabu pagi, hari terakhir Ramadan, jemaah selesai beritikaf dan meninggalkan masjid. Sofiyani merasa terharu. Ia berharap Allah menerima ibadahnya.

“Insya Allah kalau tahun ini kita tidak dapat, insya Allah tahun depan (itikaf lagi),” pungkasnya. [ka/uh]