Tiongkok Yakin Dapat Pelihara Stabilitas di Provinsi Etnis Minoritas

Tentara Tiongkok berlatih di Hami, provinsi Xinjiang (1/12). Warga minoritas Uighur yang beragama Islam menjadi mayoritas penduduk provinsi ini.

Walaupun ada gejolak di Xinjiang dan Tibet, dua wilayah minoritas, pemerintah Tiongkok tetap mengaku tidak khawatir dengan stabilitas kedua wilayah tersebut.

Xinjiang adalah tempat tinggal warga Muslim Uighur dan Tibet merupakan tempat tinggal umat Buddha etnis Tibet. Kedua wilayah ini bergejolak dalam beberapa tahun terakhir, dan sebagian besar konflik berpusat pada perbedaan dengan mayoritas suku Tionghoa, Han, di Tiongkok.

Pihak berwenang Tiongkok menuduh kekuatan-kekuatan di kedua wilayah tersebut berupaya melepaskan diri dari Tiongkok. Banyak warga Uighur dan Tibet menuduh Beijing meminggirkan budaya dan menindas rakyat mereka.

Di Beijing pada hari Selasa, Nur Bekri, ketua pemerintah daerah Xinjiang, mengatakan prioritas utamanya adalah menjaga stabilitas dan melawan separatisme. Bekri mengatakan Xinjiang saat ini pada umumnya stabil dan membaik. Tetapi, Bekri mengatakan tugas menjaga stabilitas ini rumit dan berat karena fondasinya lemah dan situasinya masih "parah."

Angka resmi mengatakan hampir 200 orang tewas akibat kerusuhan disertai kekerasan di ibukota Xinjiang, Urumqi, tahun 2009. Ketua Partai Komunis Xinjiang, Zhang Chunxian, mengatakan stabilitas di wilayah tersebut tergantung pada apakah semua orang diuntungkan secara ekonomis.

Ia mengaku tidak khawatir sama sekali tentang stabilitas di Xinjiang, dan menambahkan akan mempelajari apa yang disebutnya sebagai pelajaran "teknis" dari Timur Tengah, meskipun ia tidak merincikannya.

Polisi Tiongkok telah menangkap sejumlah pembangkang sejak beredarnya pesan-pesan online dari luar negeri yang mendesak diadakannya demonstrasi pro-demokrasi meniru Revolusi Melati di Timur Tengah. Para pejabat juga telah menegaskan mereka ingin menjaga ketertiban di Tibet, yang masih dalam pemulihan dari kerusuhan di ibukota, Lhasa, tahun 2008.

Qiangba Puncog, dari komite Kongres Rakyat Nasional Tibet, mengakui Dalai Lama masih memiliki pengaruh kuat di kalangan warga Tibet. Tetapi, Puncog mengatakan pemimpin spiritual yang tinggal di pengasingan tidak memiliki pengaruh politik, dan bahwa Tiongkok siap untuk menjaga stabilitas di kawasan itu jika Dalai Lama meninggal dunia.

Ia mengatakan karena Dalai Lama memiliki dampak keagamaan khusus, wafatnya Dalai Lama akan mengejutkan sebagian orang. Tapi, ia mengatakan pemerintah Tiongkok telah memikirkan hal ini secara menyeluruh, dan mampu menjamin stabilitas politik dan ekonomi di Tibet untuk jangka panjang.

Dalai Lama berusia 76 tahun dan memiliki gangguan kesehatan dalam beberapa tahun terakhir. Terdapat kontroversi mengenai pemilihan tokoh reinkarnasinya, yang secara tradisi akan menggantikannya. Dalai Lama mengatakan praktek ini mungkin akan dihapuskan, tetapi pemerintah Tiongkok mengatakan Dalai Lama tidak berhak membuat keputusan tersebut.

Setelah kematian pemimpin spiritual Buddha Tibet tertinggi kedua, Panchen Lama, Beijing menolak menerima Dalai Lama dan mengangkat anak laki-laki lain.

Para pejabat pemerintah daerah tersebut berbicara di Beijing di sela-sela Kongres Rakyat Nasional, yang sedang mengadakan sidang tahunan.