Migrant Care menilai pelaksanaan aturan yang tidak mewajibkan TKI lewat terminal khusus tidak berjalan dengan baik.
JAKARTA —
Analis Kebijakan lembaga advokasi terkait buruh migran Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, Selasa (9/7), bahwa pelaksanaan aturan yang tidak mewajibkan tenaga kerja Indonesia (TKI) untuk melewati terminal khusus di bandar udara, hingga kini tidak berjalan secara baik karena masih adanya pemaksaan terhadap TKI agar mereka tetap pulang melalui terminal khusus.
Sejak Desember 2012 lalu, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah mengeluarkan Peraturan Menteri tentang Tata Cara Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Secara Mandiri ke Daerah Asal. Dalam aturan tersebut, para TKI yang baru pulang dari luar negeri tidak wajib lagi ke Terminal IV Bandara Soekarno Hatta atau biasa disebut dengan terminal khusus TKI.
TKI yang pulang lewat terminal khusus hanyalah TKI yang bermasalah, sakit atau mereka yang tidak dijemput keluarganya.
Pemaksaan tersebut, lanjut Wahyu, justru dilakukan oleh aparat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Dia juga menyayangkan tidak adanya pengawasan yang dilakukan agar kebijakan tersebut dapat berjalan dengan baik.
“Aparat-aparat BNP2TKI tetap tidak punya keinginan bahwa TKI kita bisa bebas pulang karena mereka punya kepentingan bisnis, punya kepentingan dengan money changer, punya kepentingan dengan angkutan pemulangan seperti itu. Mereka masih punya kontrak dengan pelaku-pelaku bisnis ini,” ujarnya.
“Kebijakan ini sangat tidak berjalan efektif. Mereka kemudian banyak yang dipaksa melalui jalur khusus lagi, terkecuali teman-teman (TKI) yang berani ngeyel tetapi kan banyak teman-teman TKI kita itu tidak kuat mrnghadapi desakan, pemaksaan seperti itu. Harusnya tidak boleh terjadi pemaksaan seperti itu.”
Juru bicara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dita Indah Sari mengakui sosialisasi kepada TKI tentang Peraturan Menteri tersebut memang harus ditingkatkan.
Dia juga mengakui masih adanya oknum-oknum yang masih mencari keuntungan dari TKI. Pihaknya, lanjut Dita, akan terus melakukan pengawasan agar peraturan menteri itu dapat berjalan dengan baik.
“Jadi untuk kepulangan TKI ini kan kita sudah mempunyai tim bersama antara BNP2TKI, Kemenaker, Angkasa Pura, Kementerian Perhubungan, polisi bandara bahkan Kementerian Kesehatan kita libatkan juga. Tetapi kadang sering di lapangan ada oknum-oknum yang mencari untung dari TKI. Itu ada saja. Makanya komitmennya harus diawasi terus supaya bukan hanya komitmen di atas meja tetapi di lapangan betul-betul diterapkan,” ujarnya.
Tidak adanya lagi kebijakan yang mengharuskan TKI transit di Terminal IV atau terminal khusus TKI merupakan hal yang sangat baik ujar Dita, karena tidak boleh ada lagi diskriminasi terhadap TKI.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat perolehan devisa dari remitansi TKI yang bekerja di berbagai negara di kawasan Asia hingga Mei 2012 mencapai US$1,2 miliar atau Rp12 triliun.
Sedangkan perolehan devisa dari remitansi TKI yang bekerja di negara-negara di kawasan Amerika, Timur Tengah, Afrika, Eropa, dan Australia hingga Mei 2012 sebesar $2,8 miliar atau mencapai Rp 28 triliun. Dengan demikian secara keseluruhan perolehan devisa dari remitansi TKI pada pada 2012 sampai dengan Mei sebesar $4 miliar atau mencapai Rp 40 triliun.
Sejak Desember 2012 lalu, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah mengeluarkan Peraturan Menteri tentang Tata Cara Kepulangan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Secara Mandiri ke Daerah Asal. Dalam aturan tersebut, para TKI yang baru pulang dari luar negeri tidak wajib lagi ke Terminal IV Bandara Soekarno Hatta atau biasa disebut dengan terminal khusus TKI.
TKI yang pulang lewat terminal khusus hanyalah TKI yang bermasalah, sakit atau mereka yang tidak dijemput keluarganya.
Pemaksaan tersebut, lanjut Wahyu, justru dilakukan oleh aparat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Dia juga menyayangkan tidak adanya pengawasan yang dilakukan agar kebijakan tersebut dapat berjalan dengan baik.
“Aparat-aparat BNP2TKI tetap tidak punya keinginan bahwa TKI kita bisa bebas pulang karena mereka punya kepentingan bisnis, punya kepentingan dengan money changer, punya kepentingan dengan angkutan pemulangan seperti itu. Mereka masih punya kontrak dengan pelaku-pelaku bisnis ini,” ujarnya.
“Kebijakan ini sangat tidak berjalan efektif. Mereka kemudian banyak yang dipaksa melalui jalur khusus lagi, terkecuali teman-teman (TKI) yang berani ngeyel tetapi kan banyak teman-teman TKI kita itu tidak kuat mrnghadapi desakan, pemaksaan seperti itu. Harusnya tidak boleh terjadi pemaksaan seperti itu.”
Juru bicara Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dita Indah Sari mengakui sosialisasi kepada TKI tentang Peraturan Menteri tersebut memang harus ditingkatkan.
Dia juga mengakui masih adanya oknum-oknum yang masih mencari keuntungan dari TKI. Pihaknya, lanjut Dita, akan terus melakukan pengawasan agar peraturan menteri itu dapat berjalan dengan baik.
“Jadi untuk kepulangan TKI ini kan kita sudah mempunyai tim bersama antara BNP2TKI, Kemenaker, Angkasa Pura, Kementerian Perhubungan, polisi bandara bahkan Kementerian Kesehatan kita libatkan juga. Tetapi kadang sering di lapangan ada oknum-oknum yang mencari untung dari TKI. Itu ada saja. Makanya komitmennya harus diawasi terus supaya bukan hanya komitmen di atas meja tetapi di lapangan betul-betul diterapkan,” ujarnya.
Tidak adanya lagi kebijakan yang mengharuskan TKI transit di Terminal IV atau terminal khusus TKI merupakan hal yang sangat baik ujar Dita, karena tidak boleh ada lagi diskriminasi terhadap TKI.
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) mencatat perolehan devisa dari remitansi TKI yang bekerja di berbagai negara di kawasan Asia hingga Mei 2012 mencapai US$1,2 miliar atau Rp12 triliun.
Sedangkan perolehan devisa dari remitansi TKI yang bekerja di negara-negara di kawasan Amerika, Timur Tengah, Afrika, Eropa, dan Australia hingga Mei 2012 sebesar $2,8 miliar atau mencapai Rp 28 triliun. Dengan demikian secara keseluruhan perolehan devisa dari remitansi TKI pada pada 2012 sampai dengan Mei sebesar $4 miliar atau mencapai Rp 40 triliun.