Tokoh Serikat Pekerja Hong Kong Ditangkap Setelah Kunjungi Suami di Penjara

Polisi Hong Kong menangkap tokoh serikat pekerja Elizabeth Tang setelah ia mengunjungi suaminya, seorang aktivis prodemokrasi yang ditahan di penjara berpengamanan tinggi. (Foto: Ilustrasi/AP)

Polisi Hong Kong pada Kamis (9/3) menangkap tokoh serikat pekerja Elizabeth Tang setelah ia mengunjungi suaminya, seorang aktivis prodemokrasi yang ditahan di penjara berpengamanan tinggi, kata seorang sumber yang dekat dengan pasangan tersebut dan dengan media dalam negeri.

Tang adalah Sekjen Federasi Pekerja Domestik Internasional dan mantan pemimpin eksekutif Konfederasi Serikat Pekerja Hong Kong (CTU) yang kini telah dibubarkan.

CTU adalah koalisi serikat pekerja oposisi terbesar Hong Kong yang dibubarkan pada tahun 2021 setelah beberapa anggotanya menerima pesan yang mengancam keselamatan mereka, kata kelompok tersebut ketika itu.

Surat kabar Hong Kong Wen Wei Po yang pro-Beijing mengatakan Tang telah ditangkap oleh polisi keamanan nasional kota itu atas tuduhan “bersekongkol dengan kekuatan asing” dan “membahayakan keamanan nasional.”

BACA JUGA: Pejabat Tinggi China Beritahu Hong Kong agar Hentikan Risiko Keamanan Nasional

Sumber yang dekat dengan pasangan itu mengatakan Tang ditangkap setelah mengunjungi suaminya, Lee Cheuk-yan. Lee, 66, adalah salah seorang aktivis demokrasi terkemuka Hong Kong, yang dipenjarakan karena melakukan pertemuan yang tidak sah dan pelanggaran lainnya.

Sumber itu menolak diidentifikasi karena khawatir akan pembalasan dari pihak berwenang. Polisi Hong Kong tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.

Lebih dari 230 orang, termasuk politisi dan aktivis oposisi, telah dipenjarakan atau didakwa di Hong Kong berdasarkan UU keamanan nasional yang diumumkan oleh Beijing pada tahun 2020 sebagai tanggapan atas protes prodemokrasi besar-besaran setahun sebelumnya.

UU itu telah dikritik oleh beberapa pemerintah Barat yang menyebutnya sebagai alat untuk mengekang kebebasan berbicara dan berbeda pendapat.

Pemerintah Hong Kong dan China mengatakan UU itu telah mewujudkan stabilitas di kota itu, dan menolak klaim bahwa UU itu digunakan untuk menarget kalangan oposisi yang demokratis. [uh/ab]