Trump: Kesepakatan Soal Suriah dengan Turki Permanen

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, didampingi Menlu AS Mike Pompeo, di ruang Diplomatik, gedung Putih, Washington, D.C., 23 Oktober 2019.

Presiden Amerika Donald Trump mengumumkan gencatan senjata permanen yang diperantarai Amerika di Suriah, Rabu (23/10) dan mencabut sanksi yang dijatuhkannya pada Turki. Dia mengatakan Ankara telah setuju untuk menghentikan ofensifnya terhadap Kurdi Suriah. Namun, sebagian anggota Kongres Amerika tetap sangat prihatin dengan situasi di Suriah timur laut, terutama mengenai konsekuensi dari keputusan Trump untuk menarik pasukan Amerika dari wilayah tersebut.

Militer Rusia mulai berdatangan di Kobane sementara Rusia dan Turki mencapai kesepakatan untuk menguasai perbatasan dengan Suriah setelah penarikan mundur pasukan Amerika.

Washington mengumumkan kesepakatannya sendiri dengan Turki kini permanen, seperti dinyatakan oleh Presiden Trump.

BACA JUGA: Turki, Rusia Sepakati Pengawasan Bersama Wilayah Suriah di Perbatasan Turki

“Saya yakin itu akan permanen. Karena itu, saya telah menginstruksikan Menteri Keuangan untuk mencabut semua sanksi yang dijatuhkan pada tanggal 14 Oktober sebagai tanggapan atas langkah awal ofensif Turki terhadap Kurdi di wilayah perbatasan timur laut Suriah. Jadi, sanksi akan dicabut kecuali terjadi sesuatu yang tidak kita sukai,” kata Trump.

Presiden Trump mengatakan sejumlah kecil pasukan Amerika akan tetap berada di wilayah itu untuk melindungi minyak. Namun, rencana kebijakan jangka panjang Amerika di wilayah itu masih dikerjakan, kata James Jeffrey, pejabat tinggi Departemen Luar Negeri dalam sidang Kongres.

“Jika pasukan itu ditarik sepenuhnya, alat yang sangat penting yang kita miliki untuk mengatasi ISIS akan hilang,” jelasnya.

Keputusan Trump awal bulan ini untuk menarik pasukan secara tidak terduga memicu kekhawatiran di antara para anggota Kongres dari kedua partai, seperti Eliot Engel dari Partai Demokrat yang menjabat sebagai ketua Komite Urusan Luar Negeri.

“Keputusan ini merupakan pukulan berat bagi keamanan nasional kita. Presiden Trump telah memberikan hadiah kepada musuh-musuh Amerika, ISIS, Rusia dan Iran. Upaya koalisi untuk memerangi ISIS dimulai di bawah Pemerintahan Obama dan telah mencapai banyak kemajuan. Kita telah merebut kembali wilayah dan menjebloskan ribuan anggota ISIS ke penjara,” kata Eliot Engel.

BACA JUGA: Turki Tak Lanjutkan Ofensif Militer Terhadap Kurdi

Para anggota Kongres mengharapkan agar pasukan Amerika tetap disisakan di Suriah, seperti diusulkan oleh Michael McCaul, anggota Komite Urusan Luar Negeri.

“Saya khawatir bahwa penarikan penuh akan menciptakan ruang bagi ISIS untuk berkonsolidasi kembali, tumbuh dan berkembang, dan menggalang lebih banyak kekuatan,” jelas Michael McCaul.

Bahkan ketika situasi untuk Kurdi yang menjadi sekutu Amerika Serikat masih belum menentu, seperti yang ditanyakan oleh anggota Kongres dari Partai Republik, Michael McCaul.

“Isyarat macam apa yang ditangkap oleh komunitas internasional bahwa Amerika Serikat akan memalingkan muka dari sekutu yang sangat menderita?,” lanjutnya.

BACA JUGA: Trump Puji ‘Sukses Besar’ di Perbatasan Turki-Suriah


Jika Turki gagal mematuhi gencatan senjata, Trump masih memiliki opsi untuk menggunakan perintah eksekutif, kata James Jeffrey.

“Perintah eksekutif itu ditujukan pada siapa saja yang menentang perdamaian, stabilitas, keamanan, atau integritas wilayah Suriah, atau proses politik untuk mencari jalan keluar dari perang saudara. Itu adalah alat administrasi yang sangat kuat, dan pemerintahan sekarang siap untuk menggunakannya lagi,” imbuhnya.

Tetapi opsi Kongres untuk melawan Gedung Putih terbatas. Beberapa rancangan undang-undang yang dibuat oleh Kongres masih menunggu keputusan, padahal RUU itu menolak bantuan militer untuk Turki dan membantu Kurdi sebagai sekutu Amerika dengan pemberian visa. [lt/uh]