Presiden Amerika Donald Trump mengatakan pemerintahannya masih harus menunggu perkembangan apakah KTT yang direncanakan dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un akan berlangsung sesuai rencana bulan depan.
Pernyataan Trump itu muncul setelah ancaman tidak langsung disampaikan Korea Utara hari Selasa (15/5) untuk membatalkan pembicaraan itu. Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara menyatakan keberatan terhadap tuntutan Amerika untuk menyudahi program senjata nuklirnya. VOA mewawancarai dua pakar kebijakan luar negeri untuk mengetahui motif yang melatarbelakangi sikap kedua negara tersebut.
Baca juga: Korea Utara Ancam Batalkan KTT Kim-Trump
Pernyataan-pernyataan terbaru Amerika dan Korea Utara disampaikan satu minggu setelah Korea Utara membebaskan tiga sandera Amerika yang dituduh mengancam akan mengulingkan pemerintah.
Pembebasan mereka diupayakan oleh Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, yang berada di Korea Utara untuk mempersiapkan pertemuan mendatang antara Presiden Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-Un.
Apri lalu dalam KTT bersejarah dengan mitranya, pemimpin Korea Selatan Moon Jae-in, Kim Jong Un bertekad untuk menutup fasilitas uji nuklirnya, dan membuka kesempatan bagi pakar dan wartawan dari Korea Selatan dan Amerika untuk menyaksikannya.
Penasihat Keamanan Nasional Amerika John Bolton mengatakan Korea Utara harus mendukung isyarat terbarunya itu dengan komitmen, atau pertemuan tingkat tinggi antara Kim dan Presiden Trump akan berakhir dengan tanpa kesepakatan apapun.
“Mereka (Korea Utara.red) menginginkan perjanjian damai. Mereka ingin mengakhiri permusuhan di Semenanjung Korea. Korea Selatan menginginkan hal yang sama. Lihat, setelah bertahun-tahun, kita semua menginginkan perdamaian di Semenanjung Korea dan kita bisa mencapainya, tetapi harus ada denuklirisasi yang lengkap, dapat diverifikasi dan tidak dapat diubah. Ini harus benar-benar jelas,” ujar Bolton.
Nile Gardiner di Heritage Foundation mengatakan Amerika bersikap tepat ketika mengambil pendekatan tegas dalam isu denuklirisasi.
“Saya kira pendekatan presiden atas perundingan ini sudah benar, kalau Korea Utara juga bersikap secara masuk akal, untuk berunding, dan mengupayakan masa depan yang lebih baik untuk negara mereka sebagai bagian dari perjanjian internasional itu, itu akan bagus. Jika mereka tidak bersedia melakukannya sebagai bagian dari perundingan tersebut, maka presiden bisa saja membatalkannya. Saya pikir taruhannya sangat tinggi,” kata Gardiner.
Hal lain yang menambah ketegangan adalah berlangsungnya latihan militer bersama antara Amerika dan Korea Selatan, yang dikenal sebagai “Max Thunder” dan “Foal Eagle.”
Kantor berita resmi Korea Utara hari Rabu (16/5) mengatakan latihan militer bersama itu membuat pemerintahnya telah menarik diri dari pembicaraan yang dijadwalkan dengan Korea Selatan.
Baca juga: Korut Tetapkan Syarat Baru, Tolak Berunding dengan Korsel
Para pejabat Pentagon mengatakan latihan musim semi tahunan itu tetap berjalan sesuai rencana.
Di masa lalu, Korea Utara menyebut latihan-latihan itu sebagai ‘’latihan untuk invasi.’’
Amerika dan Korea Selatan tetap bersikukuh mengatakan bahwa latihan militer bersama itu ditujukan pada pertahanan dan tidak bersifat provokatif. [em/jm]