Ketika Donald Trump ditanya pada awal pemilu presiden tentang membaiknya hubungan Amerika dan Kuba, tanggapannya cukup positif.
“Saya kira hal itu baik,” ujar Trump kepada suratkabar The Daily Caller dalam wawancara bulan September 2015.
“Kita seharusnya membuat perjanjian yang lebih baik, tetapi berdasarkan konsep membuka kembali hubungan dengan Kuba. Lima puluh tahun sudah cukup,” ujar Trump merujuk pada sanksi-sanksi diplomatik dan ekonomi yang diberlakukan Amerika sejak lama terhadap negara sosialis itu.
Kini sikap presiden terpilih Donald Trump pada isu itu hampir sepenuhnya kebalikannya. Ketika Trump bicara tentang upaya-upaya Presiden Barack Obama untuk menormalisasi hubungan dengan Kuba, hampir semua tanggapannya bernada negatif.
Trend itu terus berlanjut pasca kematian pemimpin revolusi Kuba Fidel Castro hari Jumat (25/11).
Dalam pernyataannya, Trump mengecam Castro sebagai “diktator brutal” yang membawahi “pasukan penembak, pencuri, menimbulkan kemiskinan dan penderitaan yang tidak terbayangkan, dan menolak hak-hak asasi yang fundamental”.
Meskipun Trump tidak mengungkap rincian apapun tentang rencana kebijakannya atas Kuba, ia berjanji pemerintahnya akan “melakukan semua hal untuk memastikan kepada rakyat Kuba bahwa mereka bisa memulai perjalanan menuju kemakmuran dan kebebasan”.
Pernyataan itu bertolakbelakang dengan Presiden Obama, yang pernyataannya tentang Castro lebih menggunakan terminologi yang netral dan sekali lagi menegaskan “persahabatan Amerika dengan rakyat Kuba”.
Pernyataan-pernyataan yang saling bertolakbelakang itu meningkatkan pertanyaan : akankah hubungan bersejarah Obama dengan Kuba akan berlanjut pada masa pemerintahan Trump?
Kepala Staff Trump hari Minggu (27/11) mengatakan presiden terpilih itu “tentu saja” bersedia mengubah pembukaan hubungan dengan Kuba yang sebelumnya dilakukan Obama. Berbicara pada stasiun televisi Fox News, Reince Preibus mengatakan masa depan hubungan Amerika-Kuba tergantung pada apakah Kuba akan membuat “gerakan ke arah yang tepat” dalam bidang HAM.
“Tekanan, pasar terbuka, kebebasan beragama, tahanan politik – hal-hal ini perlu diubah supaya memiliki hubungan yang bebas dan terbuka”, ujar Preibus. Ditambahkannya, “hal-hal ini harus menjadi gebrakan Kuba untuk memulihkan hubungan dengan Amerika.”
Obama telah bekerjasama dengan Castro dan beberapa pemimpin lain dalam pemerintah Kuba selama hampir dua tahun untuk memulai kembali hubungan antara Amerika dan Kuba, dan mencapai titik puncak tahun ini dengan dibukanya penerbangan langsung pertama antar kedua negara dalam 50 tahun dan pembukaan kembali kedutaan besar di negara masing-masing.
Aturan yang lebih lunak yang diberlakukan Obama memudahkan warga Amerika untuk membawa produk-produk dari Kuba, memperbolehkan akses lebih besar bagi dokter-dokter untuk bekerjasama dengan tim peneliti Kuba dalam hal penelitian medis dan mengakhiri larangan berlabuhnya kapal di pelabuhan-pelabuhan Amerika selama 180 hari setelah meninggalkan Kuba.
Awal tahun ini Obama juga melawat ke Kuba, lawatan pertama yang pernah dilakukan seorang presiden Amerika sejak Calvin Coolidge tahun 1928. [em/al]