Tulis Demonstrasi di Hong Kong, Pekerja Migran Indonesia Ditangkap dan Dideportasi

Yuli Riswati dideportasi karena pelanggaran visa, meskipun kuat dugaan penangkapannya karena tulisan-tulisan kritisnya tentang aksi demonstrasi di Hong Kong. (Courtesy: Instagram)

Yuli Riswati alias Yuli Arista, pekerja migran Indonesia di Hong Kong, yang juga kerap menulis tentang isu-isu imigran di wilayah itu, termasuk demonstrasi pro-demokrasi, bagi suratkabar Indonesia yang berkantor di Hong Kong dan sebuah media online lainnya, Senin sore (2/12) dideportasi.

Sebelumnya ia telah ditahan selama hampir satu bulan untuk menjalani serangkaian pemeriksaan dokumen keimigrasian dan sidang pengadilan yang memutuskan bahwa ia telah melakukan pelanggaran keimigrasian dan tidak dapat menunjukkan bahwa dirinya memiliki penjamin. Migrant Care kepada VOA mengatakan, “Dalam sidang pengadilan, majikan Yuli sebenarnya telah memberikan jaminan agar Yuli dapat memperpanjang dokumennya, namun jaminan ini ditolak.”

Yuli Riswati (kanan) setibanya di bandara Juanda, Surabaya setelah dideportasi dari Hong Kong, Senin malam (2/12). (Courtesy: Migrant Care)

Media 'Hong Kong Free Press' (HKFP) melaporkan Yuli Riswati ditangkap pada 23 September karena pelanggaran visa (overstay) dan ditahan di Castle Peak Bay Immigration Center sejak 4 November.

Mengutip pernyataan Federasi Pekerja Domestik Internasional IDWF yang mendampingi Yuli di Hong Kong, “Apa yang dialami merupakan praktik Departemen Imigrasi yang tidak biasa, dan mungkin melanggar hukum. Ini jelas tekanan politik terhadap Yuli karena tulisan-tulisannya, karena berbicara lantang tentang demonstran Hong Kong.’’

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo, yang mengatakan, “Motif pemeriksaan dokumen status keimigrasian Yuli, diduga kuat karena aktivitasnya yang sangat aktif melaporkan situasi demonstrasi di Hong Kong. Informasi-informasi yang diproduksi oleh Yuli Arista sangat bermanfaat bagi semua orang yang ingin mendapatkan informasi tangan pertama dari narasumber yang ada di lokasi.’’

Yuli, yang sudah bekerja selama 10 tahun di Hong Kong, memang pernah terpilih menjadi finalis di ‘’Taiwan Literature Awards for Migrants’’, karena tulisannya tentang aksi kekerasan seksual dan trauma yang dialami pekerja migran Indonesia. Beberapa bulan terakhir ini ia juga aktif melaporkan tentang demonstrasi pro-demokrasi Hong Kong yang sudah berlangsung selama 26 minggu.

"Aktivitas citizen journalism Yuli – yang juga bergiat di dunia literasi serta media independent Migran Pos – dianggap membahayakan,’’ ujar Wahyu Susilo melalui pesan teks.

Yuli kerap meliput aksi-aksi demonstrasi pro-demokrasi di Hong Kong dan menulis untuk beberapa media buruh migran di sana. (Courtesy: Migrant Care)

"Situasi ini memperlihatkan bahwa ada ancaman terhadap kebebasan berekspresi bagi pekerja migran Indonesia (dan negara-negara lainnya) di Hong Kong, dan ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia,’’ tambah Wahyu.

Dihubungi VOA melalui telpon, Vania Lijaya, Konsul Muda Pensosbud di KJRI Hong Kong mengatakan, "Tidak dapat berspekulasi mengenai kaitan proses hukum keimigrasian yang dihadapi Yuli dengan tulisan yang bersangkutan mengenai demonstrasi di Hong Kong, sebagaimana diberitakan di media-media.’’

KJRI Hong Kong menambahkan bahwa sejak diputus oleh pengadilan pada 4 November, Yuli Rismawati ‘’telah dibawa ke detensi imigrasi. Dalam hal ini merupakan kewenangan dan keputusan imigrasi Hong Kong.’’

Gedung Konsulat Jenderal RI di Hong Kong (Courtesy: KJRI Hong Kong).

Menurut KJRI Hong Kong, Yuli telah divonis bersalah dan dijatuhi hukuman denda seribu dolar Hong Kong, serta percobaan hukuman penjara satu tahun. Otoritas imigrasi Hong Kong dapat memilih melakukan eksekusi hukuman penjara atau deportasi.

Tampaknya deportasi adalah langkah yang kemudian dipilih pihak berwenang Hong Kong.

Hingga laporan ini disampaikan VOA belum berhasil bicara langsung dengan Yuli Riswati alias Yuli Arista yang kini berada di Surabaya.

“Tampaknya ia lelah sekali setelah perjalanan jauh, apalagi ia baru sembuh dari tipus yang dideritanya di dalam penjara,” ujar Miftah Farid, yang ikut menjemputnya di bandara Surabaya. (em/pp)

BACA JUGA: China Tuduh Kepala HAM PBB Panasi Kekerasan Hong Kong