Tunisia Perpanjang Keadaan Darurat

Polisi khusus bagi wisatawan berpatroli di pantai di Sousse, Tunisia (1/7).

Presiden Tunisia memperpanjang dua bulan keadaan darurat yang ia berlakukan setelah seorang laki-laki bersenjata Juni lalu membunuh 38 turis di resor pantai Laut Tengah negara Afrika Utara tersebut. Kantor Presiden Beji Caid Essebsi mengatakan keputusan itu dibuat setelah berkonsultasi dengan perdana menteri dan ketua parlemen.

Perintah ini pertama diberlakukan 4 Juli, beberapa hari setelah serangan itu menewaskan turis yang kebanyakan warga negara Inggris di kota pantai Sousse. Maret lalu, dua orang bersenjata membunuh 21 wisatawan asing dan seorang polisi di Museum Bardo di ibukota, Tunis.

ISIS mengklaim sebagai pelaku kedua serangan, mendorong keputusan parlemen Tunisia mengesahkan undang-undang baru anti-teror awal bulan ini.

Human Rights Watch (HRW) mengecam undang-undang tersebut karena memberikan kekuasaan lebih besar bagi pemerintah untuk melakukan penangkapan. Menurut organisasi HAM HRW, undang-undang itu "akan membuka jalan untuk mendakwa politisi pembangkang sebagai teroris, memberi hakim kekuasaan yang sangat luas dan membatasi kemampuan pengacara memberi pembelaan yang efektif."

Tunisia satu-satunya yang muncul sebagai negara demokratis setelah gerakan Arab Spring empat tahun lalu. Namun, tampaknya peningkatan serangan Muslim radikal membuat pemerintah baru akan semakin mempertimbangkan stabilitas dan keamanan melebihi kebebasan pribadi.