Para pemimpin Turki memperingatkan Jerman bahwa hubungan kedua negara akan terganggu jika parlemen Jerman menyetujui sebuah langkah yang menganggap pembunuhan massal warga Armenia oleh kekaisaran Turki Otoman sebagai genosida.
Parlemen Jerman dijadwalkan akan melangsungkan pemungutan suara mengenai rancangan undang-undang itu pada hari Kamis.
RUU itu menyebutkan kematian banyak warga Armenia itu sebagai contoh pemusnahan massal, pembersihan etnis, pengusiran dan genosida yang menandai abad lalu secara mengerikan. RUU itu juga menyebutkan sejumlah tanggungjawab yang harus dipukul Jerman, yang dulunya merupakan sekutu kekaisaran Otoman yang berkuasa sebelum Turki modern.
Armenia mengatakan 1,5 juta warganya tewas antara tahun 1915 dan 1917. Turki mengakui tewasnya ratusan ribu warga Armenia itu namun membantah pembunuhan massal itu sebagai genosida.
PM Turki Binali Yildirim mengatakan, Rabu (1/6), pemungutan suara yang dilakukan parlemen Jerman terkait masalah itu tidak masuk akal.
Pernyataannya tersebut menyusul pernyataan pada hari Selasa (31/5) dari Presiden Recep Tayyip Erdogan yang mengatakan bahwa jika RUU itu disetujui, itu akan merusak hubungan diplomatik, ekonomi, perdagangan, politik dan militer dengan Jerman. Erdogan membicarakan isu tersebut dalam pembicaraan telepon dengan Kanselir Jerman Angela Merkel.
Rusia dan Perancis adalah dua di antara 20 negara yang telah mengakui pembunuhan massal itu sebagai genosida. Amerika Serikat tidak termasuk di antaranya. Presiden Barack Obama April lalu mengatakan, peristiwa itu sebagai kekejian massal pertama pada abad ke-20, namun tidak menyebutnya sebagai genosida. [ab/as]