Polisi, tentara dan petugas penjara menyerbu gedung parlemen Papua Nugini hari Selasa (20/11) karena marah belum dibayar uang lemburnya guna mengamankan KTT APEC yang baru lalu.
Foto-foto yang dipasang tokoh oposisi Bryan Kramer dalam media sosial menunjukkan jendela-jendela yang pecah, perabotan dan lukisan dinding yang dihancurkan, dan pot-pot bunga yang dijungkir-balikkan.
Kata Kramer, menurut kantor berita Associated Press, tempat pemeriksaan keamanan (check point) termasuk metal detektor dirusak, dan pintu-pintu masuk yang dilengkapi dengan sistem sidik jari juga dibobol.
Para demonstran itu marah karena belum dibayar uang lembur yang dijanjikan untuk mengamankan konperensi puncak pemimpin APEC yang diadakan di Port Moresby. Konferensi itu bahkan gagal mencapai kata sepakat tentang pernyataan bersama karena adanya perbedaan sengit soal perdagangan bebas.
BACA JUGA: KTT APEC Berakhir Tanpa KesepakatanPejabat Bank Dunia menyebut Port Moresby sebagai salah satu kota yang paling rusuh di dunia karena tingginya angka pengangguran dan banyaknya komplotan penjahat yang dikenal dengan nama “raskol”.
Konferensi kerjasama negara-negara Asia-Pasifik itu dihadiri antara lain oleh wakil Presiden Amerika Mike Pence, Presiden China Xi Jin-ping dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe.
Ketika polisi, tentara dan penjaga penjara yang marah itu berusaha masuk ke gedung DPR, terjadi konfrontasi dengan petugas keamanan, kata Kramer. Konfrontasi itu segera berubah menjadi perkelahian dan beberapa pejabat DPR diserang, tambahnya.
Kramer mengatakan dia tidak melihat adanya orang yang menggunakan senjata dalam konflik itu, tapi tampak banyak bercak darah ditemukan di dalam gedung DPR itu.
Kramer mengatakan ia dan rekan-rekannya dari kelompok oposisi tetap berada dalam sebuah ruang sidang ketika serangan yang berlangsung selama 30 menit itu terjadi.
Kira-kira 100 orang polisi, petugas militer dan penjaga penjara tampak menunggu di luar gedung DPR untuk minta penjelasan tentang pembayaran uang lembur mereka. Aksi kekerasan di gedung DPR itu diikuti dengan penjarahan atas sejumlah toko dan kantor yang terletak didekatnya, karena para penjahat memanfaatkan kekacauan yang sedang terjadi.
Kantor Perdana Menteri Peter O’Neill dan kepala polisi Dominic Kakas tidak bersedia memberikan komentar atas kerusuhan itu.
Kepala koordinator pengamanan KTT APEC, Chris Hawkins mengatakan pembayaran uang kembur bagi petugas keamanan biasanya makan waktu sampai satu minggu, dan konperensi itu baru berakhir dua hari lalu.
Papua Nugini adalah sebuah negara berpenduduk lebih dari delapan juta orang yang sebagian besar terdiri dari petani miskin, dan adanya korupsi serta kekacauan hukum yang meluas.
Pemerintah dikecam karena membeli 40 mobil mewah Maserati untuk digunakan para pemimpin delegasi, dan membangun sebuah terminal VIP di bandara Port Moresby bernilai 19 juta dolar.
Uang itu lebih baik digunakan untuk memperbaiki infrastruktur daripada menghiasi halaman depan rumah, kata aktivis Martyn Namorong. (ii)