Pengamat menyatakan vonis 20 tahun ini sangat pantas karena keterlibatannya yang sangat besar dalam peledakan di Bali pada tahun 2002.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara terhadap terdakwa perkara terorisme Umar Patek, hari Kamis malam (21/6).
Majelis Hakim yang diketuai oleh Encep Yuliardi menyatakan Patek terbukti melakukan pemufakatan jahat memasukan senjata api dan amunisi dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Pria asal Pemalang itu membawa 3 senjata api jenis FN dan satu revolver serta sejumlah peluru yang ada dalam magazen masing-masing senjata dari Filipina Selatan ke Indonesia.
Patek menurut Majelis Hakim juga sengaja menyembunyikan informasi tentang latihan militer bersenjata api yang diadakan di Aceh pada tahun 2010.
Umar Patek mengetahui akan diadakannya pelatihan di Aceh karena dia diminta Dulmatin (teroris yang tewas di Pamulang) untuk menjadi instruktur dalam pembuatan bom, namun pria berumur 46 tahun ini menolak dengan alasan akan hijrah ke Afganistan.
Meski menolak tetapi Patek ikut dalam uji coba tiga pucuk senjata api M16 yang dilakukan di tepi pantai wilayah Banten. Senjata-senjata tersebut akan digunakan untuk pelatihan militer.
Umar Patek juga dinyatakan terlibat dalam pengeboman Bali I pada tahun 2002 yang menewaskan 202 orang.
Bom tersebut meledak di tiga lokasi di antaranya sebelah selatan kantor Konsulat Amerika Serikat, Denpasar, di dalam Paddy''s Pub, dan di depan Sari Club, Denpasar, pada tanggal 12 Oktober 2002.
Patek juga terlibat dalam peledakan bom di sejumlah gereja pada malam Natal 24 Desember tahun 2000. Dalam peledakan itu, Patek berperan sebagai pembuat bom.
Patek juga dinyatakan telah melakukan pemalsuan paspor atas nama Anis Alawi Jafar dan istrinya Fatimah Zahra serta menguasai bahan peledak tanpa ijin.
Dalam putusannya, Encep Yuliardi mengatakan, "Mengadili, menyatakan Hisyam bin Alizein alias Umar Patek terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana . Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana selama 20 tahun."
Hal yang memberatkan Umar Patek kata Encep Yuliardi perbuatan Patek mengganggu stabililitas keamanan dan perekonomian negara serta meresahkan masyarakat.
Sedangkan hal yang meringankan karena Patek telah mengakui perbuatannya dan menyesali perbuatannya dan secara terbuka telah meminta maaf kepada keluarga korban, masyarakat Indonesia dan dunia internasional.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Patek dengan hukuman penjara seumur hidup.
Atas putusan majelis hakim itu, kuasa hukum Umar Patek menyatakan akan pikir-pikir dahulu apakah banding atau tidak. Usai persidangan, Kuasa Hukum Umar Patek Asludin Hacani kepada wartawan menyatakan Patek merasa kecewa sekali dengan putusan hakim itu.
Menurut Hacani, sebenarnya Umar Patek sangat tidak menyetujui adanya pengeboman di Indonesia. Ia mengatakan, "Jadi ada keterpaksaan semua karena itu dia menyarankan agar itu tidak dilakukan. Dan itu disampaikan oleh majelis dalam pertimbangan-pertimbangannya tapi dalam pengambilan keputusan tidak dipertimbangkan hal tersebut. Yang jelas kecewa, terlalu berat bagi dia karena dia telah membandingkan apa yang dia lakukan dalam bom bali dengan Idris. Idris sendiri hanya dihukum dengan hukuman penjara 10 tahun. Dalam persidangan ini, Idris mengakui perannya lebih besar dari Umar Patek sendiri."
Sementara itu, pengamat terorisme dari Sekolah Tinggi Intelijen Negara, Mardigu Wowiek Prasantyo menyatakan sebagai orang yang bertanggung jawab atas matinya 202 orang korban bom Bali, mendukung anarkis dan mempromosikan radikalisme, hukuman 20 tahun sangat tepat.
"Kalau kata dia bisa-bisa saja tapi saksi orang-orang dekat dia, almarhum yang tiga orang yang dieksekusi seperti Imam Samudera dan lain-lain telah membuktikan dia ada. Sidang yang tiga orang itu (Amrozi Cs) kuat sekali bawa data-datanya Umar Patek. Beliau bisa dikatakan orang yang menganalisa lapangan atau kami menyebutkan Korlap. Korlap itu adalah orang yang mengintai, memata-matai, mencari wilayah dan menganalisa waktunya, sisi mana yang diincar yang memberikan pengaruh besar," papar Mardigu Wowiek Prasantyo.
Umar Patek ditangkap di Abbotabad Pakistan pada akhir Maret 2011 lalu, dan diekstradisi ke Indonesia pada Agustus tahun lalu. Dia pernah belajar di Akademi Militer milik Mujahidin Afganistan di Saddah, Pakistan pada tahun 1991 sampai 1993.
Majelis Hakim yang diketuai oleh Encep Yuliardi menyatakan Patek terbukti melakukan pemufakatan jahat memasukan senjata api dan amunisi dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme.
Pria asal Pemalang itu membawa 3 senjata api jenis FN dan satu revolver serta sejumlah peluru yang ada dalam magazen masing-masing senjata dari Filipina Selatan ke Indonesia.
Patek menurut Majelis Hakim juga sengaja menyembunyikan informasi tentang latihan militer bersenjata api yang diadakan di Aceh pada tahun 2010.
Umar Patek mengetahui akan diadakannya pelatihan di Aceh karena dia diminta Dulmatin (teroris yang tewas di Pamulang) untuk menjadi instruktur dalam pembuatan bom, namun pria berumur 46 tahun ini menolak dengan alasan akan hijrah ke Afganistan.
Meski menolak tetapi Patek ikut dalam uji coba tiga pucuk senjata api M16 yang dilakukan di tepi pantai wilayah Banten. Senjata-senjata tersebut akan digunakan untuk pelatihan militer.
Umar Patek juga dinyatakan terlibat dalam pengeboman Bali I pada tahun 2002 yang menewaskan 202 orang.
Bom tersebut meledak di tiga lokasi di antaranya sebelah selatan kantor Konsulat Amerika Serikat, Denpasar, di dalam Paddy''s Pub, dan di depan Sari Club, Denpasar, pada tanggal 12 Oktober 2002.
Patek juga terlibat dalam peledakan bom di sejumlah gereja pada malam Natal 24 Desember tahun 2000. Dalam peledakan itu, Patek berperan sebagai pembuat bom.
Patek juga dinyatakan telah melakukan pemalsuan paspor atas nama Anis Alawi Jafar dan istrinya Fatimah Zahra serta menguasai bahan peledak tanpa ijin.
Dalam putusannya, Encep Yuliardi mengatakan, "Mengadili, menyatakan Hisyam bin Alizein alias Umar Patek terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana . Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu dengan pidana selama 20 tahun."
Hal yang memberatkan Umar Patek kata Encep Yuliardi perbuatan Patek mengganggu stabililitas keamanan dan perekonomian negara serta meresahkan masyarakat.
Sedangkan hal yang meringankan karena Patek telah mengakui perbuatannya dan menyesali perbuatannya dan secara terbuka telah meminta maaf kepada keluarga korban, masyarakat Indonesia dan dunia internasional.
Vonis ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut Patek dengan hukuman penjara seumur hidup.
Atas putusan majelis hakim itu, kuasa hukum Umar Patek menyatakan akan pikir-pikir dahulu apakah banding atau tidak. Usai persidangan, Kuasa Hukum Umar Patek Asludin Hacani kepada wartawan menyatakan Patek merasa kecewa sekali dengan putusan hakim itu.
Menurut Hacani, sebenarnya Umar Patek sangat tidak menyetujui adanya pengeboman di Indonesia. Ia mengatakan, "Jadi ada keterpaksaan semua karena itu dia menyarankan agar itu tidak dilakukan. Dan itu disampaikan oleh majelis dalam pertimbangan-pertimbangannya tapi dalam pengambilan keputusan tidak dipertimbangkan hal tersebut. Yang jelas kecewa, terlalu berat bagi dia karena dia telah membandingkan apa yang dia lakukan dalam bom bali dengan Idris. Idris sendiri hanya dihukum dengan hukuman penjara 10 tahun. Dalam persidangan ini, Idris mengakui perannya lebih besar dari Umar Patek sendiri."
Sementara itu, pengamat terorisme dari Sekolah Tinggi Intelijen Negara, Mardigu Wowiek Prasantyo menyatakan sebagai orang yang bertanggung jawab atas matinya 202 orang korban bom Bali, mendukung anarkis dan mempromosikan radikalisme, hukuman 20 tahun sangat tepat.
"Kalau kata dia bisa-bisa saja tapi saksi orang-orang dekat dia, almarhum yang tiga orang yang dieksekusi seperti Imam Samudera dan lain-lain telah membuktikan dia ada. Sidang yang tiga orang itu (Amrozi Cs) kuat sekali bawa data-datanya Umar Patek. Beliau bisa dikatakan orang yang menganalisa lapangan atau kami menyebutkan Korlap. Korlap itu adalah orang yang mengintai, memata-matai, mencari wilayah dan menganalisa waktunya, sisi mana yang diincar yang memberikan pengaruh besar," papar Mardigu Wowiek Prasantyo.
Umar Patek ditangkap di Abbotabad Pakistan pada akhir Maret 2011 lalu, dan diekstradisi ke Indonesia pada Agustus tahun lalu. Dia pernah belajar di Akademi Militer milik Mujahidin Afganistan di Saddah, Pakistan pada tahun 1991 sampai 1993.