Sejumlah menteri urusan migrasi Uni Eropa bertemu pada Kamis (26/1) untuk membahas masalah pembatasan visa dan melakukan koordinasi untuk dapat mengembalikan lebih banyak imigran tanpa hak suaka di Eropa ke negara asal mereka, termasuk Irak.
Tiga tahun setelah 27 negara Uni Eropa setuju untuk membatasi visa bagi negara-negara yang dianggap gagal bekerja sama dalam mengambil kembali warganya, hanya Gambia yang secara resmi dihukum.
Eksekutif Komisi Eropa Uni Eropa mengusulkan langkah serupa agar diberlakukan kepada Irak, Senegal dan Bangladesh, meskipun dua pejabat Uni Eropa mengatakan kerja sama dengan Dhaka untuk memulangkan orang sejak hal itu terjadi telah diperbaiki.
Namun, tingkat pengembalian imigran secara efektif di keseluruhan Uni Eropa mencapai 21 persen pada 2021, menurut data Eurostat, data terbaru yang tersedia.
BACA JUGA: Operasi di Laut Tengah Selamatkan Lebih dari 1.200 Migran
"Itu adalah tingkat yang dianggap rendah oleh negara-negara anggota," kata salah satu pejabat Uni Eropa.
Imigrasi adalah topik yang sangat sensitif secara politis di Uni Eropa. Negara-negara anggotanya lebih suka membahas peningkatan pengembalian, serta mengurangi angka imigran daripada menghidupkan kembali perseteruan pahit dalam masalah penanganan para imigran gelap.
"Membangun sistem Uni Eropa yang efektif dan umum untuk pengembalian (imigran) adalah pilar utama dari sistem migrasi dan suaka yang berfungsi dengan baik dan kredibel," kata Komisi dalam makalah diskusi untuk para menteri, yang dilihat oleh Reuters.
Sekitar 160.000 orang berhasil melintasi Mediterania pada tahun 2022, menurut data PBB, rute utama ke Eropa bagi orang-orang yang melarikan diri dari perang dan kemiskinan di Timur Tengah, Afrika, dan Asia Tenggara. Selain itu juga terdapat hampir 8 juta pengungsi Ukraina yang terdaftar di seluruh Eropa.
Personel Angkatan Bersenjata Malta dengan pakaian pelindung membawa jenazah imigran dari kapal penjaga pantai Italia Bruno Gregoretti di Grand Harbour Valletta, 20 April 2015. (Foto: Reuters)
Para menteri tersebut bertemu dua minggu sebelum 27 pemimpin nasional Uni Eropa berkumpul di Brussel untuk membahas isu migrasi. Pertemuan tersebut diharapkan dapat mengimbau banyak imigran untuk kembali ke negara asal.
"Tindakan cepat diperlukan untuk memastikan pengembalian yang efektif dari Uni Eropa ke negara asal dengan memanfaatkan semua kebijakan Uni Eropa yang relevan," bunyi draf pernyataan bersama mereka, yang juga dilihat oleh Reuters.
Di dalam Uni Eropa, bagaimanapun, tidak ada sumber daya dan koordinasi yang cukup antara berbagai bagian pemerintahan untuk memastikan setiap orang yang tidak memiliki hak untuk tinggal harus dikembalikan atau dideportasi secara efektif, menurut Komisi.
"Kerja sama yang tidak memadai dari negara asal merupakan tantangan tambahan," tambahnya, menyebutkan masalah termasuk mengenali dan mengeluarkan dokumen identitas dan perjalanan.
BACA JUGA: Inggris akan Kirim Migran Ilegal di Negaranya ke Rwanda
Namun tekanan dari kepala migrasi untuk menghukum sejumlah negara ketiga dengan pembatasan visa di masa lalu telah melawan menteri luar negeri dan pembangunan Uni Eropa sendiri, atau gagal karena agenda yang saling bertentangan dari berbagai negara Uni Eropa.
Oleh karena itu, sejauh ini tidak ada cukup mayoritas di antara negara-negara Uni Eropa untuk menghukum negara lain selain Gambia, di mana orang tidak dapat lagi mendapatkan visa masuk ganda ke blok tersebut dan harus menunggu lebih lama.
Di saat negara-negara Uni Eropa termasuk Austria dan Hungaria memprotes keras arus imigrasi yang tidak biasa, yang mayoritas dilakukan migran dari negara-negara Muslim dari Timur Tengah dan Afrika Utara, Jerman termasuk menjadi negara yang ingin membuka pasar kerja bagi pekerja yang sangat dibutuhkan yang berasal dari luar Uni Eropa. [ah/rs]