Sejak Taliban berkuasa, semua perdagangan dan impor bahan mentah ke Afghanistan terhenti sepenuhnya. Akibatnya, harga bahan-bahan pokok meningkat tak terkendali sementara lapangan pekerjaan semakin menipis.
Jamshid Jan, warga Kabul, sangat terpukul oleh keadaan ini. Ia tidak memiliki pekerjaan dan ia tidak ingin keluarganya kelaparan.
“Saya membawa perabotan rumah tangga saya ke sini untuk dijual karena tidak ada pekerjaan dan kami harus menjual barang-barang kami karena tidak ada pekerjaan, apa yang harus kami makan? Saya meminta pemerintah menciptakan lapangan kerja, mereka harus memberi kami pekerjaan, karena kami tidak punya pekerjaan. Kami menjual perabotan rumah tangga ini hari ini, entah apa yang akan kami jual besok?," jelasnya.
Mohammad Omid, warga Kabul lainnya, merasakan kesengsaraan Jan. Namun, ia hadir di pasar dadakan perabotan rumah tangga itu, bukan sebagai penjual melainkan pembeli. Ia ingin membantu warga yang kesulitan.
"Orang-orang di sini menjual perabotan rumah tangga mereka. Mereka adalah orang-orang miskin dan orang-orang yang telantar. Mereka mungkin kehilangan tempat tinggal karena perubahan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir telah menyebabkan begitu banyak masalah," kata Omid.
Your browser doesn’t support HTML5
Seorang warga Kabul bernama Ramin Ahmad mengaku, ia terpaksa menjadi pedagang barang bekas di pasar itu karena kehilangan pekerjaan. “Saya dulu bekerja di pemerintahan, dan sekarang nasib pemerintah tidak jelas. Sudah seminggu saya menggeluti usaha jual beli barang bekas. Banyak keluarga yang tidak punya uang memilih tinggal di Kabul dan terpaksa menjual peralatan rumah mereka untuk memberi makan keluarga mereka," paparnya.
Ahmad berharap, pemerintah baru Afghanistan segera mengambil tindakan agar rakyat tidak sengsara. "Situasi keamanan akan terkendali jika sistem pemerintahan telah mulai berjalan, dan pembayaran gaji diberlakukan.”
Perkembangan situasi di Afghanistan menimbulkan keprihatinan di banyak negara. Sejumlah negara telah menjanjikan bantuan namun realisasinya masih tertunda.
China, contohnya, pekan lalu, menjanjikan paket bantuan $31 juta untuk Afghanistan. Bantuan tersebut akan mencakup makanan, persediaan untuk cuaca musim dingin dan vaksin COVID-19.
PBB memperingatkan bahwa pembekuan aset Afghanistan di luar negeri sekitar $10 miliar, untuk menjauhkannya dari tangan Taliban, akan menyebabkan kemerosotan ekonomi yang parah dan dapat mendorong jutaan orang Afghanistan kembali ke kemiskinan dan kelaparan. [ab/uh]