Agustinus Pohan, pengajar hukum pidana di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan, Bandung, menegaskan dampak dari kasus Novel Baswedan sangat serius dan menakutkan. Menurutnya, perkara itu bukan hanya menjadikan Novel Baswedan sebagai korban tapi itu merupakan kejahatan terhadap sistem peradilan pidana.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi bertajuk “Menakar Nilai Keadilan dalam Putusan Penyerang Novel Baswedan” yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW) secara virtual, Jumat (24/7).
Agustinus menambahkan kasus ini bukan sekadar membuat mata Novel Baswedan tidak berfungsi.
BACA JUGA: Novel Baswedan: Banyak Manipulasi dalam Proses Hukum Kasus Saya"Dampaknya bisa mengancam upaya-upaya pemberantasan korupsi. Dampaknya bisa mengancam kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan itu menakutkan. Dampaknya bisa mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan pidana. Itu juga menakutkan karena bisa mendorong vigilante, tindakan main hakim sendiri," kata Agustinus.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 16 Juli 2020 menyatakan Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, keduanya anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), terbukti bersalah. Masing-masing dijatuhi hukuman dua tahun dan 1,5 tahun penjara.
Agustinus menjelaskan fakta hukum yang muncul selama persidangan kasus Novel Baswedan bukan kebenaran materil karena mengabaikan rekomendasi-rekomendasi dari hal penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan dan Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Novel Baswedan. Apalagi fakta yang terkuak sangat berbeda dengan hasil kerja penyidik Polri. Ditegaskannya bahwa putusan dalam kasus Novel Baswedan merugikan bagi pemberantasan korupsi.
Aktivis HAM: Siapa Dalang di Balik Penyiraman Air Keras?
Aktivis hak asasi manusia dan demokrasi Muji, Kartika Rahayu, menjelaskan berakhirnya sidang vonis perkara penyiraman air keras ke wajah penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan masih menyisakan persoalan.
Sebab, lanjut Muji Kartika, kasus Novel Baswedan ini masih menimbulkan pertanyaan dari banyak pihak tentang siapa sebenarnya dalang dalam peristiwa penyiraman air keras itu. Dia meragukan kedua terpidana dalam perkara Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis, adalah pelaku sebenarnya.
"Proses mencari orang lain ini dilakukan oleh lembaga negara tapi tidak sampai pada menunjuk X (pelaku dan dalang sebearnya). Ujug-ujug ada orang mengaku sayalah yang menyiram dia. Menurut saya, ini patut dipertanyakan. kemarin-kemarin kamu ke mana? Menyiram sendiri atau diperintah oleh siapa," kata Muji Kartika.
Muji Kartika menilai vonis untuk Rahmat Kadir dan Ronny Bugis tidak sepadan terhadap dampak yang ditimbulkan dari perbuatan mereka. Di samping itu rendahnya hukuman sangat berbahaya bagi masa depan penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait pemberantasan korupsi.
BACA JUGA: 2 Terdakwa Kasus Novel Divonis PenjaraDampak pada Penyidik KPK
Menurut mantan Ketua KPK Abraham Samad, vonis dalam kasus Novel Baswedan memenangkan para koruptor dan membiarkan pemberantasan korupsi terjungkal. Selain itu, dampak paling berbahaya dari putusan tersebut adalah ada sebagian penyidik KPK yang kurang berintegritas mulai ragu atau mungkin ketakutan untuk memerangi rasuah tanpa pandang bulu.
"Karena mereka melihat tidak ada jaminan. Tidak ada perlindungan yang diberikan oleh negara maupun pemerintahan ini untuk orang-orang yang bekerja secara serius, bekerja tanpa pamrih, melakukan pemberatansan korupsi ddi negeri ini,. Itu yang paling berbahaya menurut saya karena negara tidak hadir," tutur Abraham.
Abraham sangat percaya kasus Novel Baswedan tidak akan pernah selesai dan menghasilkan rasa keadilan di masyarakat kalau Presiden Joko Widodo tidak turun tangan untuk meluruskan jalannya penegakan hukum di Indonesia.
Jaksa Agung Nilai Vonis Sudah Tepat
Jaksa Agung RI Sanitiar Burhanuddin menyampaikan tidak ada yang salah dengan vonis terhadap kedua terdakwa kasus penganiayaan penyidik senior KPK Novel Baswedan. Tuntutan yang diberikan jaksa juga dinilai telah sesuai fakta. Dia mengatakan informasi yang diperoleh di dalam persidangan juga membuktikan tuntutan jaksa telah sesuai dengan fakta yang ada di kejadian.
Penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan terjadi pada 11 April 2017, selepas korban salat subuh di Masjid Al-Ikhsan dekat rumahnya. Air keras itu membuat sebelah mata Novel mengalami kebutaan. [fw/em]